HAJI DAN UMROH (Part 2)

 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم                                                        

 

APA SAJA YANG HARUS DISIAPKAN UNTUK HAJI DAN UMROH?

 (Part 2)

 Kami di Makkah hampir 3 minggu. Banyak hal terjadi selama di Makkah. Ada beberapa jama’ah yang hampir kecopetan, ada juga yang kena bentak askar, dimarahi jama’ah dari negara lain, dipuji alias dirayu tukang jualan, ribut dengan pasangannya, bahkan dari rombongan lain tapi satu hotel dengan kami, kabarnya ada yang kehilangan istri, macam-macamlah kejadiannya. Saya pun mengalami ketidaknyaman saat berbelanja sampai akhirnya pakai masker terus, sempat juga suami saya diwanti-wanti oleh pemilik toko agar betul-betul menjaga saya. Saya sempat bingung, koq sampai segitunya. Pimpinan travel memang mewanti-wanti kami agar selalu berkelompok kemanapun, tidak boleh berangkat atau belanja sendiri.  Tapi banyak juga yang saya lihat  tenang, anteng, hidupnya stabil, aman sentosa selama di Makkah (saya lupa cerita tentang di Madinah, karena banyak istirahat di kamar, jadi tidak “bergaul” kecuali dengan roommate saja. Pengalaman di Madinah yang berkesan adalah teriakan askar wanita di Masjid Nabawi seperti “Ebo/Ibu, dhudhuk!/duduk, thoriq!/beri jalan”. Dan penjagaan masuk Masjid Nabawi sangat ketat, tas digeladah dan barang yang dibawa dilihat satu persatu. Biidznillah saya lolos terus masuk masjid, padahal bawa HP berkamera. Saat itu sangat keras larangan membawa HP berkamera karena tidak boleh mendokumentasikan bagian dalam masjid. Berbeda cengan di Masjidil harom, askarnya lebih “lunak”. Saat menggeledah tidak terlalu memperhatikan satu persatu barang yang dibawa, jadi kemungkinan kecil untuk ditolak masuk. Bahkan bila ada barang yang ia tidak tahu, askar akan bertanya itu apa, untuk apa, sekedar bertanya saja.  Kemudian yang sering saya lihat di Masjid Nabawi-saya juga pernah sekali mengalami- adalah jama’ah dari Afrika, India terutama, suka tiba-tiba nyempil masuk shof padahal sudah sempit sekali, atau bahkan duduk di depan kita, diatas sajadah kita, jadi saat kita rukuk dan sujud ya melakukan sesuai space yang tersedia L. Serasa gadis karet kalau sudah begitu he..he… Hanya bisa berstighfar dan memberi senyum, biar hati ini ikhlas. Kalau kita pindah, belum tentu dapat tempat.) 

MasyaAllah, tabarokallah.. pihak travel banyak membimbing dan membantu kami. Kegiatan kami selama di Makkah adalah kajian rutin bada subuh di Masjidil Harom bersama Ustadzah pimpinan travel kami, kajian pekanan di hotel bersama Ustadz-ustadz pendamping/pembimbing rombongan, reminder kegiatan dan persiapan serta pelaksanaan ibadah juga tata caranya dikoordinasikan dan dikondisikan dengan baik oleh pihak travel. Jadi kami tidak lost untuk pelaksanaan ibadah selama di tanah suci, terutama tata caranya. Karena baru sekali belajar, jadi pasti belum gapek, tho….Disamping itu, ada juga info harian (mau berangkat tahajudan jam berapa, mau stay/I’tikaf hari apa, makanan sudah tersedia, jadwal piket makan siang, dll. Bahkan janjian belanja juga...he… ). Pimpinan travel tidak mewajibkan para lansia dan yang kurang sehat melaksanakan ibadah-ibadah sunnah, mereka lebih banyak melakukan ibadah di hotel dengan bimbingan. Bahkan beliau berpesan, sebisa mungkin belanja ditahan dulu sampai pelaksanaan haji selesai. Semua diingatkan untuk mempersiapkan diri dan menjaga kesehatan agar fit saatnya  berhaji tiba, karena wukuf, lempar jumroh, thowaf, sa’I, memerlukan stamina yang baik.  Kami juga diajari untuk membantu/mendampingi jama’ah yang sudah diatas 60 tahun (3-4 orang bertanggung jawab kepada 1 orang lansia). Sempat terjadi sedikit konflik dirombongan kami. Jumlah kami tergolong paling banyak, lebih dari 80 jama’ah. Tapi Alhamdulillah, semua dapat ditengahi dan ditangani dengan baik oleh pihak travel, semua jama’ah dipersaudarakan.   

Saatnya berhaji, deg-degan namun senang. Kami packing baju untuk dibawa bermalam di Mina, juga Al Qur’an dan buku doa (walaupun sekarang ada HP, tetap usahakan bawa Qur’an kecil. Antisipasi bila power bank habis dan fasilitas yang dibutuhkan kurang memadai. Di sana bukan sehari, lho!). Gunakan tas biasa, bukan koper. Cukup 2-3 baju saja bawanya. Kalau bawa koper nanti repot, karena kita akan antri menunggu bis, bukan hanya dari hotel ke Arofah saja, tapi dari Muzdalifah ke Mina dan nanti kembali lagi ke hotel, bila jaraknya jauh. Biasanya antrinya lama, karena itu kadang ada yang  sampai berebutan agar rombongannya bisa naik. Nah, untuk para lansia atau yang tidak bisa menahan pipis, sangat disarankan untuk memakai diapers atau insert pad, terutama saat kepulangan. Selain antri, jalana seringkali macet parah.  Oh ya, jangan lupa bawa tas lipat tipis untuk ke kamar mandi, karena biasanya hanya ada satu gantungan baju.

Pengalaman kami saat di Mina, pasokan makanan sempat tidak ada untuk 2 kali makan besar. Tapi buah, snack, minum walaupun tidak banyak, tetap ada yang shodaqoh. Kami yang berada di Mina tenang-tenang saja, tapi ternyata berita yang sampai ke tanah air menyatakan  bahwa jama’ah haji tidak makan, kelaparan, dan sebagainya, dan sebagainya. Pokoknya hebohlah beritanya… J. Semoga tidak terjadi lagi pada jama’ah lain. Saat melempar jumroh selalu bersama rombongan ya, karena jalan berangkat dan pulang berbeda, kecuali sudah khatam lika-liku jalan menuju area lempar jumroh, ya mangga….. Biar pelaksanaan ibadah berjalan aman dan lancar, selalu ikuti instruksi pembimbing.

Dan 13 tahun kemudian, diakhir Februari 2020, atas ijin Allah SWT, saya menjejakkan kaki lagi di 2 Tanah Suci kaum muslimin untuk berumroh. Alhamdulillah…. Saat mendarat di Madinah musim dingin hampir lewat, angin dingin kadang masih menerpa, jadi pakaian kami masih harus double. Alhamdulillah pula saya pun dalam kondisi yang fit, jadi semua berjalan lancar. Namun waktu bergerak sangat cepat, 3 hari adalah waktu yang singkat. Saya berusaha memaksimalkan waktu yang ada dengan ibadah, dan tentu saja berziarah ke tempat yang belum saya kunjungi. Setelah 13 tahun, ada perubahan. Karena saat berhaji saya tidak sempat mengeksplor Madinah, jadi yang bisa saya sampaikan ada 2 hal perubahan baik dan 1 perubahan yang membuat kurang nyaman. Hal baiknya adalah perluasan masjid Nabawi dan diizinkannya kita membawa kamera atau HP berkamera ke dalam masjid. Sedangkan hal yang membuat kurang nyaman adalah prosesi berziarah ke Raudhah, selain masalah waktu (harus membawa snack dan minum karena lama menunggunya), effort untuk mencapai Raudhah sampai harus keluar tenaga ekstra, pelaksanaan sholat dan berdoa di sana sangat-sangat sulit. Tidak bisa sendiri seperti 13 tahun lalu, harus ada teman yang bergantian saling menjaga untuk melaksanakan sholat. Pun tempat sholatnya sudah bergeser (tapi tetep menghadap kiblat), dulu sholat di bawah tiang, sekarang diluar tiang dimana saja sebisanya. Dan untuk masuk Masjid Nabawi, jama'ah akhwat berbeda pintu masuk dengan jama'ah ikhwan, sama seperti dulu. Jadi suami istri biasanya sebelum masuk masjid sudah menentukan tempat untuk saling menunggu, agar dapat pulang bersama. Kalau sekarang karena boleh membawa HP, maka lebih mudah berkomunikasi dengan pasangan. 

Tiba saatnya melaksanakan ibadah umroh, kami berangkat ke Makkah. Perjalanan dilakukan siang hari sehingga kami dapat menikmati pemandangan disepanjang jalan. Banyak perubahan dengan 13 tahun yang lalu. Perubahan yang baik, mulai dari perluasan masjid Nabawi di Madinah, jalan tol menuju Makkah, dan kondisi Makkah sendiri. Di jalan tol telah disediakan rest area dengan toilet yang layak, dan pedagang makanan serta cindera mata. Ada madu Yaman asli, murah sekali 1 botol hanya Rp 50.000,- saja. Bayar saja pakai rupiah. Baik di Madinah maupun di Makkah, bila kita tidak memiliki uang riyal, maka pembelian bisa menggunakan  dollar (Amerika), rupiah, dan Lira (Turki), disamping kartu kredit. Rupiah yang berlaku adalah lima puluh ribuan dan seratus ribuan, ajiiib….  Saya pribadi hanya membawa sekitar 100 riyal. Saya membawa uang cash rupiah 1 juta, dan menarik tunai di ATM. Dan yang paling mencolok menurut saya adalah kondisi dan perlakuan para penjual pria kepada para pembeli wanita, mereka berperilaku biasa saja seperti penjual di tanah air kita. Tidak ada puji-puji atau rayu-rayu, perilaku pedagang pada umumnyalah. Paling mereka memperlihatkan foto di HPnya dan bertanya, kamu tahu dia, biasanya foto artis yang diperlihatkan…wkwkwkwkw…. 

 Oh ya, di Masjidil Harom, pintu masuk jama'ah akhwat dan ikhwan sama, semua pintu boleh dimasuki. Biasanya suami istri selalu sama-sama bila di Masjidil Harom. Ditahun 2006/2007 itu, shof ikhwan ikhwat tidak jelas karena sholat sama-sama terus. Namun di tahun 2020 ini, alhamdulillah sudah ada pemisahan shof/area ikhwan dan akhwat, walaupun masuknya tetap sama-sama. Bahkan sudah tersedia area wudhu di dalam masjid, tidak perlu keluar masjid bila batal wudhu, kecuali mau buang hajat. Dulu kalau batal, kami berwudhu menggunakan air yang sudah kami masukkan dalam botol, harus bawa kantung plastik dan handuk kecil untuk alasnya, karena kalau sudah keluar masjid susah untuk masuk kembali, kecuali waktu-waktu tertentu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENILAIAN AUTENTIK

KONSEP DAN PENERAPAN DESAIN INSTRUKSIONAL

PENERAPAN DISAIN INSTRUKSIONAL Model ADDIE