KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR

 KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR

A.   Latar Belakang

Menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen khususnya pasal 1, menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sementara itu, tenaga pendidik adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dengan munculnya UU ini guru/dosen sudah diakui sebagai tenaga professional setara dengan profesi lain. Yang dimaksud profesional di sini adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Sebagai tenaga profesional, maka seorang pendidik harus mempunyai kompetensi tertentu yang disyaratkan. Kompetensi yang dimaksud adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh tenaga pendidik dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Sebagaimana halnya pekerjaan profesional yang lain, pekerjaan seorang guru menuntut keahlian tersendiri sehingga tidak setiap orang mampu melakukan pekerjaan tersebut sebagaimana mestinya. Ada seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru. Perangkat kemampuan yang dimaksud disebut kompetensi guru. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, seorang guru dituntut untuk menguasai kompetensi pedagogis, profesional, kepribadian, dan sosial.

Kompetensi pedagogis berkenaan dengan kemampuan mengelola pembelajaran dalam rangka mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dmiliki peserta didik. Salah satu kemampuan yang dituntut dari kompetensi ini adalah kemampuan melaksanakan pembelajaran yang mendidik. Agar dapat melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan baik, di samping menguasai berbagai kemampuan, guru dipersyaratkan untuk menguasai keterampilan dasar mengajar, yang merupakan salah satu aspek penting dalam kompetensi guru.

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi sosial adalah kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama pendidik, teman sejawat, dan masyarakat sekitar, dan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Setiap tenaga pendidik harus mempunyai kemampuan menyampaikan materi yang dimiliki kepada peserta didik secara tepat. Untuk itu, pemahaman tentang konsep pendidikan, belajar dan psikologi orang dewasa perlu dimiliki seorang tenaga pendidik. Sebab, kita mungkin sering mendengar ada seorang tenaga pendidik yang sangat diakui keilmuannya namun ketika mengajar di kelas sama sekali tidak dipahami oleh peserta didik. Ada dua kemungkinan yang menyebabkan hal ini, yaitu peserta didik yang di bawah standar atau tenaga pendidik yang tidak memahami audiens. Dalam ilmu pendidikan, kemungkinan yang kedua lebih menjadi penyebab utama. Bahwa seorang tenaga pendidik seharusnya lebih mengenal peserta didik dan tahu cara bagaimana menyampaikan materi secara tepat.

Bertolak dari kasus tersebut, sudah seharusnya seorang tenaga pendidik dan calon tenaga pendidik mempunyai kemampuan pedagogis agar apa yang disampaikan di kelas dapat dipahami oleh peserta didik yang pada akhirnya dapat mencerahkan mereka. Kemampuan pedagogis yang dimaksud di sini antara lain terkait dengan metode pembelajaran, teknik mengelola kelas, menggunakan media, teknik mengevaluasi sampai melakukan refleksi proses pembelajaran.

Kompetensi dasar mengajar dalam tulisan ini lebih dimaksudkan sebagai pengetahuan dasar pembelajaran yang perlu dipahami seorang tenaga pendidik. Sebagai sebuah kemampuan minimal, maka seorang tenaga pendidik harus mampu melakukan inovasi dan kreatifitas dalam pembelajaran

 

B.   Keterampilan Dasar Mengajar

1. Pengertian

Mengajar (teaching) memiliki banyak pengertian, mulai dari pengertian yang sudah lama (tradisional) sampai pada pengertian yang terbaru (kontemporer). Secara deskriptif mengajar diartikan sebagai proses menyampaikan informasi atau pengetahuan dari  guru, dosen, atau instruktur kepada siswa. Merujuk pada pengertian mengajar tersebut, inti dari mengajar adalah proses menyampaikan (transfer) atau memindahkan. Memang dalam mengajar ada unsur menyampaikan atau transfer dari guru, dosen, atau instruktur kepada siswa. Akan tetapi pengertian memindahkan tersebut bukan seperti seorang memindahkan air minum dari satu cangkir ke cangkir yang lain. Mengajar diartikan proses menyampaikan (transfer), maknanya adalah “menyebarluaskan, memperkaya” pengalaman belajar siswa sehingga dapat mengembangkan potensi siswa secara maksimal.

Makna lain dari pengertian mengajar sebagai proses menyampaikan, selain upaya menyebarluaskan dan memperkaya pengalaman belajar siswa ialah menanamkan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Menanamkan satu pohon mangga, maka kemudian akan menghasilkan beberapa cabang dan ranting dan dari situlah keluar mangga yang banyak. Dari ilustrasi tersebut bahwa mengajar sebagai proses transfer adalah menanamkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga potensi berfikir (pengetahuan), sikap, keterampilan, kebiasaan dan kecakapan yang dimiliki siswa akan berkembang secara optimal.

Perkembangan berikutnya pengertian mengajar, yang kini banyak dianut yaitu suatu proses mengatur dan mengelola lingkungan belajar agar berinteraksi dengan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Inti pengertian mengajar (tradisonal maupun kontemporer) keduanya sama yaitu untuk mengubah perilaku siswa, yakni dimiliki dan terkembangkannya pengetahuan/wawasan berfikir, sikap, kebiasaan, dan keterampilan/kecakapan atau yang lebih populer perubahan berkenaan dengan: pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perbedaanya terletak pada proses upaya mengubah tingkah laku tersebut. Pandangan lama melalui proses menyampaikan (transfer) yang kadang-kadang sering diartikan sempit, hanya terbatas sebagai proses menyampaikan atau memindahkan pengetahuan dan keterampilan saja, sedangkan pada pengertian yang baru, bahwa perubahan perilaku tersebut dilakukan dengan cara “mengelola lingkungan pembelajaran agar berinteraksi dengan siswa”.

Dalam mengajar ada dua kemampuan pokok yang harus dikuasai oleh guru, dosen, atau instruktur, yaitu: 1) menguasai materi atau bahan ajar yang diajarkan (what to teach), 2) menguasai metodelogi atau cara untuk membelajarkannya (how to teach). Keterampilan dasar mengajar termasuk kedalam aspek nomor 2, yaitu cara membelajarkan siswa. Keterampilan dasar mengajar mutlak harus dimiliki dan dikuasai oleh setiap guru, dosen, atau instruktur, karena mengajar bukan sekedar proses menyampaikan pengetahuan saja, akan tetapi menyangkut aspek yang lebih luas seperti: pembinaan sikap, emosional, karakter, kebiasaan, dan nilai-nilai.

Dengan demikan keterampilan dasar mengajar berkenaan dengan beberapa kemampuan atau keterampilan yang bersifat mendasar dan melekat harus dimiliki dan diaktualisasikan oleh setiap guru, dosen, atau instruktur dalam melaksanakan tugasnya.

Keterampilan dasar mengajar diperlukan guru dalam proses pembelajaran, hal ini karena keterampilan dasar mengajar merupakan syarat mutlak agar guru bisa menjalani proses pembelajaran secara efektif dan efisien.  Pembelajaran merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu, untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan, diperlukan berbagai keterampilan. Di antaranya adalah keterampilan membelajarkan atau keterampilan mengajar.

Keterampilan mengajar merupakan kompetensi professional yang cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh. Turney (E.Mulyasa. 2007:69) mengungkapkan delapan keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran, yaitu keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok kecil dan perorangan. Setiap keterampilan mengajar memiliki tujuan, komponen dan prinsip prinsip dasar tersendiri.

2.  Ragam keterampilan dasar mengajar

Berikut diuraikan delapan keterampilan tersebut dan cara menggunakannya agar tercipta pembelajaran yang kreatif, profesional, dan menyenangkan. Urutan Penyajian dilakukan sesuai hasil penelitian Turney yaitu:

a. Keterampilan Bertanya

Keterampilan bertanya sangat perlu dikuasai guru untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, karena hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru dituntut untuk mengajukan pertanyaan, dan kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban siswa. Brown (Suwarna. 2009:72) menyatakan bahwa bertanya adalah setiap pernyataan yang mengkaji atau menciptakan ilmu pada diri siswa. Cara untuk mengajukan pertanyaan yang berpengaruh positif bagi kegiatan belajar siswa merupakan suatu hal yang tidak mudah. Oleh sebab itu seorang guru hendaknya berusaha agar memahami dan menguasai penggunaan keterampilan dasar mengajar guru dalam bertanya.

Buchari (2009:26) mengemukakan bahwa pada dasarnya pertanyaan yang diajukan merupakan suatu proses pemberian stimulus secara verbal dengan maksud untuk menciptakan terjadinya proses intelektual pada siswa, dengan memperhatikan respon atas pertanyaan tersebut.

Ada 4 alasan mengapa seorang guru perlu menguasai keterampilan bertanya. Alasan itu antara lain:

Pertama, pada umumnya guru masih cenderung mendominasi kelas dengan metode ceramahnya. Guru masih beranggapan bahwa dia adalah sumber informasi, sedangkan siswa adalah penerima informasi. Oleh karena itu, siswa bersikap pasif dan menerima, tanpa keinginan dan keberanian untuk mempertanyakan hal-hal yang menimbulkan keraguannya. Dengan dikuasainya keterampilan bertanya oleh guru, siswa dapat menjadi lebih aktif, kegiatan belajar mengajar menjadi lebih bervariasi dan siswa dapat berfungsi sebagai sumber informasi.

Kedua, kebiasaan yang tumbuh dalam masyarakat kita tidak membiasakan anak untuk bertanya sehingga keinginan anak untuk bertanya selalu terpendam. Situasi seperti ini menular ke dalam kelas. Kesempatan bertanya yang diberikan oleh guru tidak banyak dimanfaatkan oleh siswa, sedangkan guru tidak berusaha untuk menggugah keinginan siswa untuk bertanya.

Ketiga, penerapan pendekatan yang mengaktifkan siswa

dalam kegiatan pembelajaran menuntut keterlibatan siswa secara mental intelektual. Salah satu ciri dari pendekatan ini adalah keberanian siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang memang perlu dipertanyakan. Hal ini hanya mungkin terjadi jika guru sendiri menguasai keterampilan bertanya yang mampu menggugah keinginan siswa untuk bertanya.

Keempat, adanya anggapan bahwa pertanyaan yang diajkukan guru hanya berfungsi untuk menguji pemahaman siswa.

Turney (1979) mengindentifikasi 12 fungsi pertanyaan. Keduabelas fungsi tersebut antara lain:

1)        Membangkitkan minat dan keingintahuan siswa tentang suatu topik

2)        Memusatkan perhatian pada masalah tertentu

3)        Menggalakkan penerapan belajar aktif

4)        Merangsang siswa memberikan pertanyaan sendiri

5)        Menstrukturkan tugas-tugas hingga kegiatan belajar dapat berlangsung secara maksimal

6)        Mendiagnosis kesulitan belajar siswa

7)        Mengomunikasikan dan merealisasikan bahwa semua siswa harus terlibat secara aktif dalam pembelajaran

8)        Menyediakan kesempatan bagi siswa untuk mendemonstrasikan pemahamannya tentang informasi yang diberikan

9)        Melibatkan siswa dalam memanfaatkan kesimpulan yang dapat mendorong mengembangkan proses berpikir

10)     Mengembangkan kebiasaan menanggapi pernyataan teman atau pernyataan guru

11)     Memberi kesempatan untuk belajar berdiskusi

12)     Membentu siswa menyatakan perasaan dan pikiran yang murni

Menurut  Sanjaya, Wina (2006:34) para ahli percaya bahwa pertanyaan yang baik memiliki dampak yang positif terhadap siswa, di antaranya:

1)    Bisa meningkatkan pertisipasi siswa secara penuh dalam proses pembelajaran.

2)    Dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, sebab berpikir itu sendiri pada hakikatnya bertanya.

3)    Dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa serta menuntun siswa untuk menentukan jawaban.

4)    Memusatkan siswa pada masalah yang sedang dibahas.

Sementara menurut Mulyasa (2006:70) komponen keterampilan bertanya yang perlu dikuasi guru meliputi keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjutan. 

a). Komponen keterampilan bertanya dasar mencakup:

(1)  Penggunaan pertanyaan yang jelas dan singkat dengan menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti dan sesuai taraf perkembangannya.

(2)  Pemberian acuan, berupa pernyataan yang berisi informasi yang relevan dengan jawaban yang diharapkan dari siswa.

(3)  Pemindahan giliran dan menyebar pertanyaan, untuk melibatkan seluruh siswa semaksimal mungkin agar tercipta iklim pembelajaran yang menyenangkan.

(4)  Pemberian waktu berpikir pada siswa.

(5)  Pemberian tuntunan, guru hendaknya memberikan tuntunan agar murid dapat menjawab sendiri ketika terdapat kesalahan dalam menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh guru.

b). Sedangkan komponen keterampilan bertanya tingkat lanjut yang perlu diperhatikan (Mulyasa. 2006: 74-77)  adalah:

(1)  Pengubahan tuntunan tingkat kognitif, guru hendaknya dapat mengubah tuntunan tingkat kognitif siswa dalam menjawab pertanyaan dari tingkat yang paling rendah menuju tingkat yang lebih tinggi, yaitu: evaluasi ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis.

(2)  Pengaturan urutan pertanyaan, pertanyaan yang diajukan hendaknya mulai dari sederhana menuju yang paling kompleks secara berurutan.

(3)  Pertanyaan pelacak, diberikan jika jawaban yang diberikan peserta didik kurang tepat. 

(4)  Mendorong terjadinya interaksi, untuk mendorong terjadinya interaksi, sedikitnya perlu memperhatikan dua hal berikut: pertanyaan hendaknya dijawab oleh seorang peserta didik tetapi seluruh peserta didik diberi kesempatan singkat untuk mendiskusikan jawabannya bersama teman dekatnya dan guru hendaknya menjadi dinding pemantul.

 

b. Keterampilan Memberikan Penguatan

Menurut Suwarna (2006:77) penguatan adalah respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Sementara Marno dan Idris (2014:130) meyatakan bahwa respon positif yang dilakukan guru atas perilaku positif yang dicapai anak dalam proses pembelajaran disebut juga dengan penguatan.

Sementara Sanjaya, Wina (2006:37) menyatakan bahwa penguatan atau reinforcement adalah segala bentuk respons yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik (feedback) bagi siswa atas perbuatan atau responnya yang diberiakan sebagai suatu dorongan atau koreksi. Melalui keterampilan penguatan yang diberikan guru, maka siswa akan merasa terdorong selamanya untuk memberikan respon positif setiap kali muncul stimulus dari guru. Dengan demikian maka fungsi keterampilan penguatan (reinforcement) adalah untuk memberikan ganjaran atau penghargaan kepada siswa sehingga siswa akan berbesar hati dan meningkatkan partisipasinya dalam setiap proses pembelajaran.

Ada dua jenis komponen penguatan yang bisa diberikan oleh guru, yaitu:

1). Penguatan Verbal.

Penguatan verbal menurut Marno dan Idris (2014:133) adalah penguatan yang diungkapkan dengan kata-kata, baik kata-kata pujian, dukungan, dan penghargaan atau kata-kata koreksi. Melalui kata-kata itu siswa akan merasa tersanjung dan berbesar hati sehingga ia akan merasa puas dan terdorong untuk lebih aktif belajar. Misalnya: pintar sekali, bagus, betul, tepat sekali, dan lain-lain.

2). Penguatan Nonverbal.

Penguatan nonverbal menurut Wina (2006:37) adalah penguatan yang diungkapkan melalui bahasa isyarat. Contoh dari penguatan nonverbal yaitu:                                                      

a)    Penguatan gerak isyarat atau gerakan mimik dan badan (gestural). Dalam hal ini guru dapat mengembangkan sendiri bentuk bentuknya sesuai dengan kebiasaan yang berlaku sehingga dapat memperbaiki interaksi guru dan siswa. Misalkan: anggukan atau geleng kepala, senyum, acungan jempol, sorot mata yang sejuk bersahabat atau tajam memandang dan lain-lain.

b)    Penguatan pendekatan, misalnya: guru duduk didekat siswa, berdiri disamping siswa, atau berjalan di sisi siswa. Penguatan ini berfungsi menambah penguatan verbal.

c)    Penguatan dengan sentuhan (contact), guru dapat menyatakan persetujuan dan penghargaan terhadap usaha dan penampilan siswa dengan cara menepuk-nepuk pundak siswa, berjabat tangan, mengangkat tangan siswa yang menang dalam pertandingan.

Namun, penggunaannya harus dipertimbangkan dengan seksama agar sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan latar belakang kebudayaan setempat.

d)    Penguatan dengan kegiatan menyenangkan.

e)    Penguatan berupa simbol-simbol dan benda, misalnya: kartu bergambar, bintang , dan lain-lain.

f)     Penguatan tak penuh menurut Usman, Moh. Uzer (2011:81-82) yang diberikan apabila siswa memberi jawaban hanya sebagian yang benar. Dalam hal ini guru tidak boleh langsung menyalahkan siswa, tetapi sebaiknya memberikan penguatan tak penuh, misal: “ya, jawabanmu sudah baik, tetapi masih dapat disempurnakan lagi” sehingga siswa tersebut mengetahui bahwa jawabannya tidak seluruhnya salah, dan ia mendapat dorongan untuk menyempurnakannya. 

Mulyasa (2007:78) juga berpendapat penguatan dapat dilakukan kepada pribadi tertentu, kepada kelompok tertentu, dan kepada kelas secara keseluruhan. Dalam pelaksanaannya penguatan harus dilakukan dengan segera, dan bervariasi. Sehubungan dengan ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat memberikan penguatan, sebagai berikut:

1)    Penguatan harus diberikan dengan sungguh-sungguh, penuh ketulusan;

2)    Penguatan yang diberikan harus memiliki makna yang sesuai dengan kompetansi yang diberi penguatan;

3)    Hindarkan respon negatif terhadap jawaban peserta didik;

4)    Penguatan harus dilakuakan segera setelah suatu kompetensi

ditampilkan;

5)    Penguatan yang diberikan hendaknya bervariasi.

 

c.  Keterampilan menggunakan variasi

Menurut Marno dan Idris (2014:139) keterampilan menggunakan variasi mengajar merupakan salah satu keterampilan mengajar yang harus dikuasai oleh guru. Karena subyek didik adalah anak manusia yang memiliki keterbatasan tingkat konsentrasi sehingga  membutuhkan suasana baru yang membuat mereka fresh dan bersemangat untuk melanjutkan kegiatan pembelajaran. Di sini keterampilan guru dalam membuat variasi mengajar menjadi penting agar tidak terjadi kebosanan dan kejenuhan belajar.

Suyono dan Hariyanto (2014:228) berpendapat menggunakan variasi diartikan sebagai aktivitas guru dalam konteks proses pembelajaran yang bertujuan mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses belajar siswa selalu menunjukkan ketekunan, perhatian, keantusiasan, motivasi yang tinggi dan kesediaan berperan secara aktif.

Sementara Suwarna (2013:84-85) menyampaikan bahwa variasi mengajar adalah perubahan dalam proses kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi para siswa serta mengurangi kejenuhan dan kebosanan.

Menurut Suyono dan Hariyanto (2014: 139-140) penggunaan variasi mengajar yang dilakukan guru dimaksudkan untuk: 

1)    Menarik perhatian siswa terhadap materi pembelajaran yang tengah dibicarakan.

2)    Menjaga kestabilan proses pembelajaran baik secara fisik maupun mental.

3)    Membangkitkan motivasi belajar selama proses pembelajaran.

4)    Mengatasi situasi dan mengurangi kejenuhan dalam proses pembelajaran

5)    Memberi kemungkinan layanan pembelajaran.

Suwarna (2013: 87-89) menekankan penggunaan keterampilan menggunakan variasi mengajar sebaiknya memenuhi prinsip antara lain:

1)    Variasi hendaknya digunakan dengan suatu maksud tertentu yang relevan dengan tujuan yang hendak dicapai. Penggunaan variasi yang wajar dan beragam sangat dianjurkan. Sedangkan pemakaian yang berlebihan akan menimbulkan kebingungan dan dapat mengganggu proses pembelajaran.

2)    Variasi harus digunakan dengan lancar dan berkesinambungan sehingga tidak akan merusak perhatian siswa dan tidak mengganggu pelajaran.

3)    Variasi harus direncanakan secara baik dan secara eksplisit dicantumkan dalam rencana pelajaran atau satuan pelajaran.

Komponen-komponen variasi yang sering dilaksanakan menurut Suyono dan Hariyanto (2014: 229) meliputi variasi dalam metode dan gaya mengajar guru, variasi penggunaan media, bahan-bahan dan sumber belajar, serta variasi dalam pola interaksi. Variasi dalam gaya mengajar guru dapat dilakukan antara lain melalui:

1)    Variasi suara: keras-lembut, cepat-lambat, tinggi-rendah, besar-kecil volume suara;

2)    Pemusatan perhatian: secara verbal, isyarat atau dengan menggunakan model;

3)    Kesenyapan, terutama jika anak-anak mulai bising dan hingar bingar, tidak terkendali, guru dapat berdiri diam tanpa suara untuk beberapa saat sampai anak-anak hening kembali. Kesenyapan jugadapat dilakukan bila guru ingin berpindah dari segmen pembelajaran yang satu ke segmen pembelajaran yang lain;

4)    Kontak pandang: untuk meningkatkan hubungan dengan siswa dan menghadirkan hal-hal yang bersifat interpersonal, pandanglah mata siswa dengan seksama dan lembut;

5)    Gerakan badan, bahasa tubuh (body language) dan mimik seperti perubahan ekspresi wajah, gerakan kepala, badan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi nonlisan;

6)    Perubahan posisi guru, dari duduk menjadi berjalan mendekat dan sebagainya, hal ini harus dilakukan secara wajar dan tidak menimbulkan kesan mengancam atau menakut-nakuti siswa;

7)    Perubahan metode mengajar misalnya dari gaya klasikal menjadi pengaktifan kelompok kecil, dari ceramah menjadi tanya-jawab dan sebagainya;

8)    Variasi dalam membagi perhatian, artinya guru membagi perhatiannya kepada sejumlah kegiatan pembelajaran yang berlangsung bersamaan. Perhatian ini dapat berupa perhatian visual dan perhatian verbal;

9)    Penggunaan selingan pemecah kebekuan (ice breaking) berupa humor-humor segar untuk mencairkan suasana.

Variasi dalam penggunaan media, sumber belajar dan bahan-bahan pembelajaran misalnya dengan menggunakan: 

1)    Media dan bahan pembelajaran yang dapat didengarkan (oral dan auditori).

2)    Media dan bahan pembelajaran yang dapat dilihat dan didengarkan (audio visual).

3)    Media taktil yang dapat disentuh, diraba, atau dimanipulasikan seperti prototipe, model, patung dan lain-lain.

4)    Variasi multimedia dan sumber belajar. 

5)    Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa sangat beragam, misalkan mengubah sistem pembelajaran teacher-centered intruction menjadi studedn-centered instruction atau implementasi learning by teaching dan sebagainya. Penggunaan variasi pola interaksi ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kebosanan, kejemuan, serta untuk menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan murid dalam mencapai tujuan

 

d.  Keterampilan menjelaskan 

Keterampilan menjelaskan menurut Mulyasa (2007:80) adalah mendeskripsikan secara lisan tentang sesuatu benda, keadaan, fakta dan data sesuai dengan waktu dan hukum-hukum yang berlaku. Menjelaskan merupakan suatu aspek penting yang harus dimiliki guru, mengingat sebagian besar pembelajaran menuntut guru untuk memberikan penjelasan. Oleh sebab itu keterampilan menjelaskan perlu ditingkatkan agar dapat mencapai hasil yang optimal.

Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan suatu penjelasan, yaitu:

1)    Penjelasan dapat diberikan selama pembelajaran,baik di awal, di tengah maupun di akhir pembelajaran.

2)    Penjelasan harus menarik perhatian peserta didik dan sesuai dengan materi standar dan kompetensi dasar.

3)    Penjelasan dapat diberikan untuk menjawab pertanyaan peserta didik atau menjelaskan materi standar yang sudah direncanakan untuk membentuk kompetensi dasar dan mencapai tujuan pembelajaran.

4)    Materi yang dijelaskan harus sesuai dengan kompetensi dasar, dan bermakna bagi peserta didik.

5)    Penjelasan yang diberikan harus sesuai dengan latar belakang dan tingkat kemampuan peserta didik.

Penggunaan penjelasan dalam pembelajaran memiliki beberapa komponen yang harus diperhatikan. Komponen-komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1). Perencanaan

Guru perlu membuat perencanaan yang baik untuk memberikan penjelasan. Sedikitnya ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan penjelasan, yaitu isi pesan yang akan disampaikan dan peserta didik.

2). Penyajian

Yang diharapkan, dalam penyajiannya perlu diperhatikan hal-hal berikut:

a)    Bahasa yang diucapkan harus jelas dan enak didengar, tidak terlalu keras dan tidak terlalu pelan, tapi dapat didengar oleh seluruh peserta didik.

b)    Gunakanlah intonasi sesuai dengan aeteri yang dijelaskan.

c)    Gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar.

d)    Bila ada istilah-istilah khusus atau baru, berilah definisi yang tepat.

e)    Perhatikanlah, apakah semua peserta didik dapat menerima penjelasan, dan apakah penjelasan yang diberikan dapat dipahami serta menyenangkan dan dapat membangkitkan motivasi mereka.

3)    Penekanan

4)    Penggunaan balikkan

 

e.  Keterampilan membuka dan menutup pelajaran

Keterampilan membuka dan menutup pelajaran merupakan keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai dan dilatih oleh para guru agar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif, efisien, dan menarik. Keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam membuka dan menutup pelajaran mulai dari awal hingga akhir pelajaran.

Menurut Hasibuan (Suwarna. 2013: 66) keterampilan membuka pelajaran ialah kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan prakondisi siswa agar minat dan perhatiannya terpusat pada apa yang dipelajarinya. Menurut Sanjaya, Wina (2006: 66) membuka pelajaran atau set induction adalah usaha yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan prakondisi bagi siswa pada pengalaman belajar yang disajikan sehingga akan mudah mencapai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan membuka pelajaran tidak hanya dilakukan oleh guru pada awal jam pelajaran, tetapi juga pada awal setiap penggal kegiatan inti pelajaran yang diberikan selama jam pelajaran.

Tujuan membuka pelajaran adalah :

1)    Untuk menimbulkan minat dan perhatian peserta didik terhadap pelajaran yang akan dibicarakan

2)    Menyiapkan mental para peserta didik agar siap memasuki persoalan yang akan dibicarakan

Tujuan umum membuka pelajaran menurut Marno dan Idris (2014:77)  adalah agar proses dan hasil belajar dapat tercapai secara efektif dan efisien. Efektifitas proses dapat dikenali dari ketepatan langkah-langkah belajar siswa, sehingga didapatkan efisiensi belajar yang maksimal. Sedangkan efektivitas hasil dapat dilihat dari taraf penguasaan siswa terhadap kompetensi dasar yang dapat dicapai.

Ada empat komponen keterampilan membuka pelajaran (Marno dan Idris. 2014: 83-89), meliputi:

1). Membangkitkan perhatian siswa

Ada beberapa cara yang dapat digunakan guru  untuk membangkitkan perhatian siswa, antara lain dengan:

a)    Variasi gaya mengajar

b)    Penggunaan alat bantu mengajar

c)    Variasi dalam pola interaksi

2). Menimbulkan motivasi

Ada berbagai cara untuk menimbulkan motivasi belajar pada siswa, antara lain:

a)    Bersemangat dan antusias

b)    Menimbulkan rasa ingin tahu

c)    Mengemukakan ide yang tampaknya bertentangan

d)    Memperhatikan dan memanfaatkan hal-hal yang menjadi perhatian siswa

3). Memberi acuan atau struktur

Cara memberikan acuan atau struktur dapat dilakukan guru antara  lain dengan:

a)    Mengemukakan kompetensi dasar, indikator hasil belajar, dan batas-batas tugas

b)    Memberi petunjuk atau saran tentang langkah-langkah kegiatan yang harus ditempuh siswa dalam kegiatan pembelajaran

c)    Mengajukan pertanyaan pengarahan

4). Menunjukkan kaitan

Mulyasa (2007:88) mengemukakan beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menunjukkan kaitan dalam pembelajaran, yaitu:

a)    Mengajukan pertanyaan apersepsi

b)    Mengulas sepintas garis besar isi pelajaran yang telah lalu

c)    Mengaitkan materi yang diajarkan dengan lingkungan peserta didik

d)    Menghubung-hubungkan bahan pelajaran yang sejenis dan berurutan.

Sedangkan keterampilan menutup pelajaran, Sanjaya, Wina (2006: 43)  mengungkapkan bahwa menutup pelajaran dapat diartikan  sebagai kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri pelajaran dengan maksud untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa serta keterkaitannya dengan pengalaman sebelumnya, mengetahui tingkat keberhasilan siswa, serta keberhasilan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

Komponen yang perlu diperhatikan dalam menutup pelajaran menurut Suwarna (2006: 67-68) adalah sebagai berikut:

1)    Meninjau kembali penguasaan inti pelajaran, caranya merangkum atau membuat garis-garis besar persoalan yang baru dibahas, sehingga siswa memperoleh gambaran yang menyeluruh dan jelas tentang pokok-pokok materi yang dipelajarinya.

2)    Mengevaluasi, dengan cara:

a)    Mendemonstrasikan keterampilan 

b)    Mengaplikasikan ide baru

c)    Mengekspresikan pendapat siswa sendiri

d)    Memberi soal-soal baik lisan maupun tulisan

e)    Pengayaan tugas mandiri maupun tugas terstruktur

Keterampilan dasar menutup pelajaran memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran, mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran, dan membantu siswa dalam mengetahui hubungan antara pengalaman-pengalaman yang telah dikuasai dengan hal-hal yang baru.

                                                         

f.   Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil

Diskusi kelompok menurut Mulyasa (2007: 89) adalah suatu proses yang teratur dan melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka untuk mengambil kesimpulan dan memecahkan masalah.

Diskusi kelompok kecil adalah suatu proses belajar yang dilakukan dalam kerja sama kelompok bertujuan memecahkan suatu permasalahan, mengkaji konsep, prinsip atau kelompok tertentu. Untuk itu guru memiliki peran sangat penting sebagai pembimbing agar proses diskusi dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membimbing diskusi adalah sebagai berikut:

1)    Memusatkan perhatian peserta didik pada tujuan dan topic diskusi.

2)    Memperluas masalah atau urunan pendapat.

3)    Menganalisis pandangan peserta didik.

4)    Meningkatkan partisipasi peserta didik.

5)    Menyebarkan kesempatan berpartisipasi dan

6)    Menutup diskusi.

Untuk mensukseskan jalannya diskusi kelompok kecil terdapat beberapa keterampilan yang harus dimiliki oleh pemimpin diskusi, sebagai berikut:

1). Memusatkan perhatian, yang dapat digunakan dengan cara:

a)    Merumuskan tujuan diskusi secara jelas.

b)    Merumuskan kembali masalah, jika terjadi penyimpangan.

c)    Menandai hal-hal yang tidak relevan dengan topic diskusi

d)    Merangkum hasil pembicaraan

2). Memperjelas masalah atau urutan pendapat melalui:

a) Menguraikan kembali dan merangkum pendapat peserta.

b) Mengajukan pertannyaan kepada seluruh anggota kelompok tentang pendapat setiap anggota.

3). Menguraikan setiap gagasan anggota kelompok

4). Meningkatkan peran peserta didik dengan cara:

a)    Mengajukan pertanyaan kunci yang menantang.

b)    Memberikan contoh secara tepat.

c)    Menghangatkan suasana dengan pertanyaan yang mengundang perbedaan pendapat.

d)    Memberikan waktu berfikir

e)    Mendengarkan dengan penuh perhatian

5). Menyebarkan kesempatan berpartisipasi, melalui:

a)    Memancing pendapat peserta yang kurang berpartisipasi.

b)    Memberikan kesempatan pertama kepada peserta yang kurang berpartisipasi.

c)    Mencegah terjadinya monopoli pembicaraan.

d)    Mendorong peserta didik untuk mengomentari pendapat temannya.

e)    Meminta pendapat peserta didik ketika terjadi kebuntuan.

6). Menutup kegiatan diskusi, dengan cara:

a)    Merangkum hasil diskusi.

b)    Tindak lanjut.

c)    Menilai proses diskusi yang telah dilakukan.

Beberapa hal yang perlu dipersiapkan guru, agar diskusi kelompok kecil dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran adalah:

1)    Topik yang sesuai.

2)    Pembentukan kelompok yang secara tepat.

3)    Pengaturan tempat duduk yang memungkinkan semua peserta didik dapat berpartisipasi secara aktif.

 

g.  Keterampilan mengelola kelas

Pengelolaan kelas menurut Suwarna (2006:82) adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya, apabila terjadi gangguan  dalam proses pembelajaran.

Suatu kondisi yang optimal dapat tercapai menururt Uzer, Moh. Usman (2011:97)  jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam hubungan interpersonal yang baik antara guru dan siswa serta siswa dengan siswa merupakan syarat keberhasilan pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif. Keterampilan ini bertujuan untuk:

1)    Mendorong siswa mengembangkan tingkah lakunya sesuai tujuan pembelajaran.

2)    Membantu siswa menghentikan tingkah lakunya yang menyimpang dari tujuan pembelajaran.

3)    Mengendalikan siswa dan sarana pembelajaran dalam suasana pembelajaran yang menyenangkan, untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Mulyasa (2007: 91-92) menyampaikan bahwa kterampilan mengelola kelas memiliki komponen sebagai berikut:

1). Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal (bersifat preventif).

Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan kegiatan pembelajaran, sehingga berjalan secara optimal, efisien, dan efektif. Keterampilan tersebut meliputi:

a). Menunjukkan sikap tanggap

Tanggap terhadap perhatian, keterlibatan, ketidakacuhan, dan ketidakterlibatan dalam tugas-tugas di kelas. Siswa merasa bahwa guru hadir bersama mereka dan tahu apa yang mereka perbuat. Kesan ketanggapan ini menurut Suwarna (2006:83) dapat ditunjukkan dengan berbagai cara yaitu: memandang secara seksama,gerak mendekati, serta memberikan pernyataan.

b). Memberi perhatian

Pengelolaan kelas yang efektif terjadi apabila guru mampu membagi perhatian kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang sama. Membagi perhatian dapat dilakukan dengan dua cara (Mulyasa. 2007:99) yaitu:

(1). Visual: mengalihkan pandangan dari satu kegiatan kepada kegiatan yang lain dengan kontak pandang terhadap kelompok siswa atau seorang siswa secara individual.

(2). Verbal: guru dapat memberikan komentar, penjelasan, pertanyaan, dan sebagainya terhadap aktivitas seorang siswa sementara ia memimpin kegiatan siswa yang lain.

c). Memusatkan perhatian kelompok,

Kegiatan siswa dalam belajar dapat dipertahankan apabila dari waktu ke waktu gurumampu memusatkan perhatian kelompok pada tugas tugas yang dilakukan.

d). Memberikan petunjuk yang jelas,

Penyampaian informasi maupun pemberian petunjuk oleh guru harus secara jelas dan singkat sehingga siswa tidak kebingungan.

e). Memberi teguran secara bijaksana,

Apabila ada kelompok yang bertingkah laku menganggu di kelas, hendaknya guru memberi teguran secara tegas dan jelas namun tetap dilakukan secara sederhana.

f).  Memberi penguatan,

Guru dapat memberikan penguatan negatif kepada siswa  yang mengganggu, atau penguatan positif kepada siswa yang bertingkah laku wajar.

2). Keterampilan yang berhubungan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal.

Menurut Suwarna (2006:84) keterampilan ini barkaitan dengan respon guru terhadap gangguan siswa yang berkelanjutan. Dalam hal ini guru dapat mengadakan tindakan remidial untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal.

Prinsip-prinsip penggunaan keterampilan mengelola kelas  adalah:

a)    Modifikasi tingkah laku. Guru hendaknya menganalisis tingkah laku siswa yang mengalami masalah, dan memodifikasi tingkah laku tersebut dengan mengaplikasikan pemberian penguatan secara sistematis.

b)    Guru dapat menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan cara: memperlancar tugas-tugas, memelihara kegiatan kelompok, memelihara semangat siswa, dan menangani konflik yang timbul.

c)    Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah. Guru dapat menggunakan seperangkat cara untuk mengendalikan tingkah laku keliru yang muncul, dan ia mengetahui sebab-sebab dasar yang mengakibatkan ketidakpatutan tingkah laku tersebut serta berusaha untuk menemukan pemecahannya.

 

h.  Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan

Pengajaran kelompok kecil dan perorangan menurut  Mulyasa (2007:92) merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap peserta didik, dan menjalin hubungan yang lebih akrab antara guru dengan peserta didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik.

Secara fisik bentuk pengajaran ini ialah berjumlah terbatas, yaitu berkisar antara 3 - 8 orang untuk kelompok kecil, dan perorangan atau pengajaran individual adalah kemampuan guru dalam mennetukan tujuan, bahan ajar, prosedur dan waktu yang digunakan dalam pengajaran dengan memperhatikan tuntutan-tuntutan atau perbedaan-perbedaan individual peserta didik.. Pengajaran kelompok kecil dan perseorangan memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap siswa serta terjadinya hubungan yang lebih akrab antara guru dan siswa dengan siswa.

Komponen keterampilan yang digunakan adalah: keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi, keterampilan mengorganisasi, keterampilan membimbing dan memudahkan belajar dan ketrampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan dapat dilakukan dengan:

1)    Mengembangkan keterampilan dalam pengorganisasian, dengan memberikan motivasi dan membuat variasi dalam pemberian tugas.

2)    Membimbing dan memudahkan belajar, yang mencakup penguatan, proses awal, supervisi, dan interaksi pembelajaran.

3)    Perencanaan penggunaan ruangan.

4)    Pemberian tugas yang jelas, menantang, dan menarik.

Khusus dalam melakukan pembelajaran perorangan, perlu diperhatikan kemampuan dan kematangan berfikir peserta didik, agar apa yang disampaikan bisa diserap dan diterima peserta didik.

 

C.  Kesimpulan

Keterampilan dasar mengajar (teaching skill) adalah kemampuan atau keterampilan yang khusus (most spesifis instructional behaviours) yang harus dimiliki oleh guru, dosen, atau instruktur agar dapat melaksanakan tugas mengajar secara efektif, efisien dan professional. Keberhasilan mengajar, selain ditentukan oleh faktor kemampuan, motivasi, dan keaktifan peserta didik dalam belajar serta kelengkapan fasilitas atau lingkungan belajar, juga akan tergantung pada kemampuan guru dalam mengembangkan berbagai keterampilan mengajar. Mengajar bukan sekedar proses penyampaian atau penerusan pengetahuan. Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks, yaitu penggunaan secara  integratif sejumlah keterampilan untuk menyampaikan pesan. Sehingga sebagai seorang pendidik, guru harus memiliki keterampilan dasar mengajar:

1.    Keterampilan Bertanya

2.    Keterampilan Memberi Penguatan

3.    Keterampilan Mengadakan variasi

4.    Keterampilan Menjelaskan

5.    Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran

6.    Keterampilan Memimpin Diskusi Kelompok Kecil

7.    Keterampilan Mengelola Kelas

8.    Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan

Bila para pendidik menguasai keterampilan dasar mengajar ini dengan baik, maka proses pembelajaran akan berjalan dengan baik.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Marno, dan idris. (2014). Strategi, Metode, dan Teknik Mengajar Menciptakan Keterampilan Mengajar yang Effektif dan Edukatif. Yoyakarta:Ar Ruzz.

Mulyasa, E (2007). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran BerorientasiStandar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Suwarna. (2006). Pengajaran Mikro. Yoyakarta: Tiara Wacana.

Suyono dan Hariyanto. (2014). Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Uzer, Moh. Usman. (2011). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENILAIAN AUTENTIK

KONSEP DAN PENERAPAN DESAIN INSTRUKSIONAL

PENERAPAN DISAIN INSTRUKSIONAL Model ADDIE