PERAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN PADA REVOLUSI INDUSTRI 4,0



PERAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN PADA REVOLUSI INDUSTRI 4,0
 Dosen pengampu: Dr. Dirgantara Wicaksono, M.Pd

PENDAHULUAN
Saat ini kita disibukkan dengan berita persiapan pemerintah menghadapi  Revolusi Industri 4.0,  yang sebenarnya sudah terjadi dengan maraknya ekspansi dunia digital dan internet ke kehidupan masyarakat.  Beberapa aktivitas yang sudah dilakukan pada Revolusi Industri  4,0 di Indonesia yaitu perubahan yang membuat aktifitas kita lebih efektif dan efisien diantaranya adalah  perubahan cara bayar dari cash ke non cash kemudian transfer dana yang menggunakan aplikasi mobile atau m-banking, penggunaan internet yang awalnya untuk mencari informasi dan berkirim pesan telah bertransformasi menjadi internet of things (mencari teman, share info, bekerja, belanja, dll), cara belanja sistem online,  tersedianya transportasi umum dengan aplikasi online baik untuk mengangkut manusia maupun barang atau makanan, cara pembayaran  tol yang non cash, mulainya pembelajaran dengan buku digital, dan lain-lain. 

Secara etimologi, revolusi adalah perubahan besar, secara cepat, dan radikal yang mempengaruhi kehidupan corak manusia.  Dalam  Wikipedia, revolusi industri adalah perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Sementara pengertian revolusi industri pada www.sumberpengertian.com adalah perubahan  yang radikal dan cepat terhadap perkembangan manusia dalam menciptakan peralatan kerja untuk meningkatkan hasil indistri atau produksi. Istilah revolusi industri diperkenalkan oleh Friedrich Engels dan Louis-Auguste Engels pada pertengahan abad ke-19. Sekarang ini kita telah melalui 3 tahap/masa revolusi industri dan sedang berada pada revolusi industri 4.

REVOLUSI 1,0 .Terjadi pada abad ke 18. Revolusi generasi pertama melahirkan sejarah ketika tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin. Penemuan-penemuan teknologi yang menggantikan fungsi manusia seperti  penemuan mesin uap (James Watt), lokomotif  (Richard Trevethiek), kereta api penumpang (George Stepenson), kapal perang dengan mesin uap (Robert Fulton), telpon ( Alexander Graham Bell)  dan lain-lain yang berbasis manufaktur. Revolusi ini dicatat oleh sejarah berhasil mengerek naik perekonomian  walaupun penggunaan uap untuk menggerakkan mesin yang  berbahan bakar kayu atau batu bara disebut teknik kuno untuk saat ini.
REVOLUSI 2.0. Terjadi pada abad 19 yang ditandai dengan penggunaan teknik baru berupa mesin bermotor yang berbahan bakar listrik atau bensin. Munculnya pembangkit tenaga listrik dan motor memicu kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, dan lain-lain yang mengubah wajah dunia secara signifikan.
REVOLUSI 3,0. Terjadi pada abad 20, ditandai dengan penggunaan teknik kimia-hayati berbahan atom atau nuklir serta kemunculan teknologi digital dan internet.
REVOLUSI 4,0. Pada revolusi Industri 4,0 teknologi informasi telah menjadi basis dalam kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas (borderless) dengan penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas (unlimited), karena dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang masif sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Terobosan teknologi penyokong Revolusi Industri keempat antara lain kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), perkembangan robotika, "the Internet of Things", realitas maya (virtual reality/VR), dan mesin cetak tiga dimensi.  Kecerdasan buatan dapat diaplikasikan untuk telepon seluler, otomotif, juga persenjataan. Profesor Klaus Schwab sebagai penggagas World Economic Forum (WEF) melalui bukunya The Fourth Industrial Revolution menyatakan, revolusi ini secara fundamental dapat mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berhubungan  satu dengan yang lain. Revolusi industri keempat digadang-gadang mampu meningkatkan laju mobilitas informasi, efisiensi organisasi industri, dan membantu meminimalisasi kerusakan lingkungan.

Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) 2018 di Davos-Klosters, Swiss, membawa pesan penting mengenai Revolusi Industri Keempat (Industry 4.0) sebagai babak baru yang akan mengubah segala lini kehidupan manusia melalui perkembangan teknologi. WEF memandang setidaknya terdapat delapan isu kunci terkait "Industry 4.0", yaitu disrupsi atau gangguan dalam pekerjaan; inovasi dan daya produksi; ketimpangan; cerdas kelola; keamanan dan konflik; disrupsi bisnis; kepaduan teknologi; serta isu etnis dan identitas.
Chief Executive Officer (CEO) Siemens AG, Joe Kaeser, dalam artikelnya di WEF menyebutkan Revolusi Industri Keempat sebagai perubahan peradaban manusia terbesar kendati saat ini prosesnya masih dalam tahap awal dan mewanti-wanti agar revolusi tersebut dapat diarahkan dengan benar oleh semua pihak sehingga proses digitalisasi yang terjadi mampu memberikan kebaikan bagi populasi kelak.

DAMPAK  REVOLUSI INDUSTRI 4,0 PADA SISTEM PENDIDIKAN
Berdasarkan hasil riset Bank Dunia (World Bank) baru-baru ini menyatakan bahwa Indonesia perlu 45 tahun (hampir setengah abad) mengejar ketertinggalan dalam bidang  pendidikan dan perlu 75 tahun untuk mengejar ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan. Sementara daya saing Indonesia tahun 2017 masih ada diurutan 36 dari 137 negara. Menurut Trilling dan Fadel dalam Daryanto (2017:13), keterampilan yang harus dimiliki pada abad 21 adalah life and career skills, learning and innovation skills, dan information media and technology skills. Artinya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikejar oleh pemerintah dan kita sebagai rakyat Indonesia dalam menjalani RI 4,0 ini.
Kehadiran revolusi industri keempat selain membawa kekhawatiran, juga membawa kabar baik karena tidak sepenuhnya berdampak negatif seperti yang dikhawatirkan sebelumnya. World Economic Forum memprediksi empat isu yang akan memengaruhi pekerjaan pada masa depan:
Pertama, kecerdasan buatan dan robot akan menciptakan lebih banyak pekerjaan, bukan pengangguran massal. Memang benar bahwa otomatisasi akan menyebabkan beberapa pekerjaan akan hilang, namun di sisi lain adalah hal ini justru membawa peluang pekerjaan baru di bidang yang lain. Para ahli ekonomi percaya bahwa yang terjadi pada masa depan bukan kurangnya lowongan pekerjaan, tapi kurangnya kemampuan yang sesuai dengan jenis pekerjaan pada masa depan.
Kedua, setiap kota akan saling berkompetisi memperebutkan sumber daya manusia dengan talenta terbaik. Persaingan untuk mendapatkan talenta terbaik tidak lagi berlangsung hanya antarperusahaan, namun akan meningkat menjadi antarkota. Seiring dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan bekerja dari jarak jauh, masyarakat akan lebih memilih untuk tinggal di kota dengan lingkungan ramah teknologi dibandingkan dengan tinggal di tempat terdekat dengan kantor.
Ketiga, sebagian besar tenaga kerja negara maju akan menjadi pekerja bebas (freelance) sebelum 2027. Para pekerja freelance ini akan didominasi oleh generasi milenial. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan dipercaya akan lebih memilih merekrut para pekerja freelance dibandingkan pekerja tetap untuk mengisi kekosongan talenta (talent gap) yang mereka butuhkan.
Keempat, sistem pendidikan berubah dari pendekatan parsial menjadi holistik. Pelajaran matematika, seni dan ilmu pengetahuan yang selama ini dipandang sebagai disiplin ilmu yang terpisah dinilai sudah tidak relevan dalam mengisi kebutuhan kompetensi pekerjaan pada masa depan. Sekolah-sekolah akan mulai mengadopsi kurikulum berbasis tugas (project-based curriculum) sebagai jembatan untuk meruntuhkan sekat-sekat yang selama ini menjadi penghalang generasi berpikir kreatif.
Saat ini sudah dimungkinkan untuk diadakan belajar jarak jauh dengan menggunakan media internet untuk menghubungkan antara mahasiswa dengan dosennya, melihat nilai mahasiswa secara online, mengecek keuangan, melihat jadwal kuliah, mengirimkan berkas tugas yang diberikan dosen dan sebagainya.

Jadi, era revolusi industri 4.0 juga mengubah cara pandang tentang pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri. Untuk bisa menghadapi semua tantangan tersebut, syarat penting yang harus dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi guru yang berkualitas. Pasalnya, di era revolusi industri 4.0 profesi guru makin kompetitif.
Setidaknya terdapat lima kualifikasi dan kompetensi guru yang dibutuhkan di era 4.0. Kelimanya meliputi:
1.       Educational competence, kompetensi mendidik/pembelajaran berbasis internet of thing sebagai basic skill di era ini;
2.       Competence for technological commercialization, punya kompetensi membawa siswa memiliki sikap entrepreneurship (kewirausahaan) dengan teknologi atas hasil karya inovasi siswa;
3.       Competence in globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap terhadap berbagai budaya, kompetensi hybrid, yaitu global competence dan keunggulan memecahkan problem nasional;
4.       Competence in future strategies, dunia mudah berubah dan berjalan cepat, sehingga punya kompetensi memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi di masa depan dan strateginya, dengan cara joint-lecture, joint-research, joint-resources, staff mobility dan rotasi, paham arah SDG’s, dan lain sebagainya.
5.       Conselor competence, mengingat ke depan masalah anak bukan pada kesulitan memahami materi ajar, tapi lebih terkait masalah psikologis, stres akibat tekanan keadaan yang makin komplek dan berat.

Menristekdikti, Bpk. Moh. Nasir dalam pembukaan acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) 2018 yang digelar di Kampus Universitas Sumatera Utara (USU), Medan(17/1)menyampaikan, “Kebijakan strategis perlu dirumuskan dalam berbagai aspek mulai dari kelembagaan, bidang studi, kurikulum, sumber daya, serta pengembangan cyber university, risbang hingga inovasi.
Pendidikan setidaknya harus mampu menyiapkan anak didiknya menghadapi tiga hal:
1.       Menyiapkan anak untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum ada;
2.     Menyiapkan anak untuk bisa menyelesaikan masalah yang masalahnya saat ini belum muncul, dan
3.  Menyiapkan anak untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan. Sungguh sebuah pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi dunia pendidikan.

Menristekdikti menjelaskan ada lima elemen penting yang harus menjadi perhatian dan akan dilaksanakan oleh Kemenristekdikti untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa di era Revolusi Industri 4.0, yaitu:
1.  Persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic, mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy, technological literacy and human literacy.
2.  Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber University ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.
3.     Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsive, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan inovasi.
4.    Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, LPNK, Industri, dan Masyarakat.
5.   Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi

PERAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM REVOLUSI INDUSTRI 4,0
Revolusi Industri (RI) 4,0 jelas berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Mau tak mau, senang tak senang, kita harus membuka diri menerima perubahan dari RI 4,0 ini. Untuk membuka diri menerima perubahan, tentu dibutuhkan persiapan-persiapan. Walaupun hasil riset Bank Dunia menyatakan bahwa kondisi negara kita sangat tertinggal, serta era Revolusi Industri 4,0 telah bergulir, hal tersebut harus membuat kita sebagai bangsa Indonesia terlecut dan optimis untuk melakukan perubahan ke arah perbaikan bagi kesejahteraan bangsa ini.

Sektor pendidikan secara langsung maupun tidak langsung akan banyak berperan dalam revolusi industri 4,0 ini. Sehingga perubahan pada sistem pendidikan tidak bisa menunggu lama, terutama pada tatanan perguruan tinggi. Perubahan dan persiapan yang dilakukan pada sektor pendidikan seperti yang dikemukakan Menristekdikti salah satunya adalah sumber daya manusia (SDM), yaitu dosen dan peneliti serta perekayasa. Hal ini tentu karena beliau membawahi jenjang pendidikan tinggi. 
Persiapan SDM di jenjang pendidikan lain juga harus disiapkan juga, yaitu para guru pendidikan dasar dan menengah, bahkan para instruktur atau tutor dibidang pendiidkan luar sekolah. Perubahan ini memang bukan hal yang mudah karena dibutuhkan kesungguhan komitmen dan dukungan penuh dari pemerintah, pihak akademisi juga kontribusi masyarakat.

Dalam dunia pendidikan sendiri terdapat empat revolusi yang terjadi karena adanya masalah yang tidak teratasi dengan cara yang ada sebelumnya, tetapi dilain pihak juga menimbulkan masalah baru. Masalah – masalah itu dibatasi pada masalah utama, yaitu “belajar”. Menurut Sir Eric Ashby (1972) revolusi dibagi dibagi menjadi 4 yaitu :
·       Revolusi pertama, terjadi karena orang tua atau keluarga tidak mampu lagi membelajarkan anak-anaknya sendiri sehingga menyerahkan tanggung jawab itu kepada orang lain yang secara khusus diberi tanggung jawab untuk mendidik.
·       Revolusi kedua, karena guru ingin memberikan pelajaran kepada lebih banyak anak didik dengan cara yang lebih cepat sehingga kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai ketentuan yang dibakukan.
·       Revolusi ketiga, ditemukannya mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya informasi iconic dan numeric dalam bentuk buku dan media cetak lain, sehingga guru dapat membelajarkan lebih banyak lagi dan lebih cepat lagi. Buku hingga saat ini masih dianggap sebagai media utama di samping guru untuk kegiatan pendidikan.
·      Revolusi keempat, berlangsung dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronik. Dalam revolusi ini, mulai disadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan semua ajaran yang diperlukan, karena yang lebih penting adalah mengajar anak didik tentang bagaimana belajar. Belajar tersebut dapat menggunakan berbagai sumber sebagai “akibat” dari perkembangan media elektronik, seperti radio, televisi, tape, dan lain-lain, yang mampu menembus batas geografis, sosial, dan politis secara lebih intens lagi daripada media cetak. Pesan-pesan dapat lebih cepat, lebih bervariasi, serta berpotensi untuk lebih berdaya guna bagi si penerima. Pada revolusi keempat ini, pendidikan mulai difokuskan pada mengajar anak didik tentang bagaimana belajar dan ajaran selanjutnya akan diperoleh si pembelajar sepanjang usia hidupnya melalui sumber dan saluran atau media/sumber belajar.

Sebagai “dokter” dalam hal pembelajaran, teknolog pendidikan sangat berperan dalam revolusi pendidikan yang terjadi. Terutama pada revolusi pendidikan ketiga dan lebih khusus lagi pada revolusi keempat. Pada tahap keempat ini fungsi guru bukan lagi sebagai sentral dalam pembelajaran atau teacher-centered, namun berubah menjadi students-centered dimana guru menjadi fasilitator bagi penyediaan kebutuhan belajar peserta didik dalam upayanya melaksanakan “bagaimana belajar” dengan menyiapkan sumber dan media pembelajaran, yang diperuntukan bukan saja bagi peserta didik di sekitarnya melainkan juga yang jarak keberadaannya jauh secara fisik.

Definisi Teknologi Pendidikan menurut  AECT 2004, “Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performence by creating, using, and managing appropriate technological processes and  resources “. Teknologi pendidikan adalah studi dan etika praktik dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan atau memanfaatkan dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat.”
Definisi AECT 2004 ini menerangkan pembelajaran dipusatkan pada siswa (student center learning), guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator dalam meningkatkan proses belajar siswa. Hal ini sesuai dengan definisi Teknologi Pendidikan sebagai studi dan etika praktek untuk menfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi. Definisi ini mengalami pembaharuan atau pemantapan pada 2008. Berikut ini dijelaskan konsep istilah yang dipakai dalam definisi TP AECT 2008, yaitu:
a.      Study
Studi diartikan sebagai kumpulan informasi dan analisis melalui traditional conceptions of research. Penelitian merupakan ujung tombak atau generator dari lahirnya ide-ide baru dan proses evaluatif untuk meningkatkan praktek. Studi juga dimaknai sebagai pemahaman teoritis dari praktek teknologi pendidikan yang diperlukan untuk perkembangan dan perbaikan ilmu pengetahuan melalui penelitian dan refleksi.
b.      Ethical Practice
Etika praktek mengacu pada standar etika praktis sebagaimana yang didefinisikan oleh Komite Etika AECT tentang apa saja yang harus dilakukan oleh praktisi Teknologi Pendidikan. Definisi teknologi pendidikan saat ini mulai mepertimbangkan etika praktek sebagai sesuatu yang penting  untuk mencapai kesuksesan, karena tanpa hal tersebut sukses adalah hal yang mustahil dicapai.  
c.       Facilitating
Hadir sebagai akibat adanya pergeseran paradigma pembelajaran yang memberikan peran dan tanggung jawab lebih besar kepada peserta didik sehingga peran teknologi pendidikan berubah menjadi pemfasilitasi. Memfasilitasi meliputi mendesain lingkungan belajar, pengorganisasian sumber belajar, dan menyediakan alat media untuk belajar. Kegiatan belajar dapat berlangsung melalui tatap muka (face to face) atau berlangsung di lingkungan virtual atau yang disebut sebagai distance learning.
d.      Learning
Learning (pembelajaran) selain berkenaan dengan ingatan juga berkenaan dengan pemahaman. Tugas pembelajaran dapat dikategorikan berdasarkan pada berbagai taksonomi, dimana tujuan dari pembelajaran/pendidikan adalah adanya pemahaman sebagai retensi pengetahuan.
e.       Improving
Berkaitan dengan peningkatan kualitas produk yang menyebabkan pembelajaran lebih efektif, perubahan dalam kapabilitas yang membawa dampak pada aplikasi dunia nyata. Pada lingkup teknologi pendidikan, untuk meningkatkan (improve) kemampuan mengharuskan untuk memenuhi tuntutan keefektivan seperti: kualitas produk sebagai hasil proses pembelajaran, produk pembelajaran yang efektif, dan kemampuan pebelajar yang dapat diaplikasikan di dunia nyata. 
f.        Performance
Berkaitan dengan kesanggupan peserta didik untuk menggunakan dan mengaplikasikan kemampuan yang baru didapatkannya. Selanjutnya, ide dan media (tools) dari teknologi pendidikan dapat membantu pendidik (guru) dan desainer pembelajaran untuk meningkatkan performance  agar dapat mengorganisasikan dan mencapai tujuan pembelajaran secara efektif.
g.      Creating, Using, Managing
Creating (penciptaan) mengacu pada penelitian, teori dan praktek dalam pembuatan materi pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan sistem pembelajaran dalam beberapa setting yang berbeda, formal dan nonformal. Using (pemanfaatan) mengacu pada teori dan praktek yang terkait dengan membawa peserta didik berhubungan dengan kondisi dan sumber belajar. Managing (pengelolaan) berkaitan dengan manajemen perorangan dan manajemen informasi yang mengacu pada masalah pengorganisasian orang-orang dan perencanaan, pengendalian, penyimpanan dan pengolahan informasi.
h.      Appropriate
Appropriate (tepat) digunakan untuk menjelaskan kata teknologi yang tepat pada proses dan sumber daya, yang menandakan kecocokan dan kesesuaian dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
i.         Technological
Teknologi mengandung arti aplikasi sistematis atau ilmu atau pengetahuan yang terorganisir untuk tugas-tugas praktis. Teknologi yang dimaksud dapat berupa software maupun hardware yang diperlukan dalam proses pembelajaran.
j.        Processes
Dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang diarahkan pada hasil yang spesifik. Teknologi pendidikan seringkali mngidentifikasikan proses sebagai aktivitas desain, pengembangan, dan menghasilkan sumber belajar, yang tergolong sebagai proses dalam arti luas dari teknologi pendidikan.
k.       Resources
Sumber daya telah diperluas dengan inovasi teknologi dan dengan pengembangan pemahaman baru mengenai bagaimana alat-alat teknologi dapat membantu peserta didik belajar. Sumber belajar dapat berupa orang, media/alat, teknologi, dan materi yang didesain untuk membantu pebelajar.

Definisi dan kawasan Teknologi Pendidikan mengalami perubahan dan perkembangan dari waktu ke waktu mengikuti perubahan kondisi, mengganti dengan yang lebih “matang” dan kontekstual. Definisi Teknologi pendidikan  dimulai dari tahun 1963, 1970,  1972, 1977, 1994, dan 2004 yang diperbaharui pada tahun 2008.
Berdasarkan hal tersebut, sesungguhnya Teknologi Pendidikan selalu membuka diri mengikuti perubahan dan perkembangan jaman. Karena pada hakikatnya teknologi pendidikan adalah suatu disiplin yang berkepentingan dengan pemecahan masalah belajar yang berlandaskan pada serangkaian prinsip dan menggunakan berbagai macam pendekatan. Masalah belajar itu terdapat di mana saja dan pada siapa saja (orang maupun organisasi, kapan saja, dan mengenai apa saja). Jadi, dengan adanya revolusi industry 4,0 ini, seharusnya para teknolog pendidikan sudah siap berperan. 
Terkait dengan berbagai perubahan dan perkembangan dalam berbagai disiplin ilmu dan teknologi, Robert Reiser (professor di bidang Instructional system and learning technologies), menunjukkan terdapat 10 trend yang akan mempengaruhi bidang teknologi pendidikan dan sekaligus menjadi tantangan bagi para teknolog pendidikan, yaitu:
1.    Tuntutan untuk terjadinya peningkatan kinerja (Performance Improvement) yang terus menerus dalam dunia kerja
Satu hal yang sangat wajar, kalau setiap instansi menuntut untuk terjadi peningkatan kinerja yang terus menerus di lingkungan kerjanya. Untuk mencapai harapan tersebut, tidak semuanya dapat dicapai hanya dengan memenuhi sarana dan prasarana atau infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan, karena seringkali prasyarat untuk mencapai tujuan tersebut justru memerlukan peningkatan kompetensi para pekerjanya. Banyak cara untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja, diantaranya menggunakan metode non-instructional untuk melengkapi metode instructional, yaitu dengan memanfaatkan:
  • Teknik motivasi
  • Sistem umpan balik
  • Seleksi personal
  • Redesain tempat kerja dan pekerjaan
  • Pelatihan dan pendampingan
  •  Dukungan kinerja
  •  Manajemen pengetahuan
  •  Belajar informal
2.   Berkembangnya aliran psikologi konstruktivistik (Constructivism) dalam dunia pendidikan
Tren ini memunculkan tantangan yang menarik bagi desainer pembelajaran, yaitu bagaimana mereka mampu menyeleksi strategi pembelajaran yang efektif untuk membatu proses belajar yang dilakukan para peserta didik; mereka harus memiliki keyakinan bahwa para peserta didik sesungguhnya memiliki keterampilan prasyarat yang memadai untuk dapat melaksanakan proses belajar dan pembelajaran yang akan dilaksanakan; mereka juga harus mampu menyediakan perancah yang memadai untuk memberikan bimbingan belajar; dan juga harus mampu mempertimbangkan efesiensi belajar.
3.     Berkembangnya konsep “manajemen pengetahuan“ (Knowledge Management)
Konsep manajemen pengetahuan dapat diartikan sebagai proses mengumpulkan, menyimpan dan membagi informasi, keahlian, dan wawasan yang bernilai, baik ke dalam maupun lintas komunitas orang dan organisasi yang memiliki minat dan kebutuhan yang sama (Rosenberg, dalam Reiser & Dempsey, 2012). Penerapan konsep ini dalam proses belajar memungkinkan terjadinya pemanfaatan sumber belajar secara efesien dan efektif, karena mereka yang memerlukan informasi/pengetahuan dapat memperolehnya dari satu sumber belajar yang di dalamnya sudah mengandung berbagai informasi yang penting.
4.    Berkembangnya suatu sistem yang menyediakan para pekerja berbagai akses pada informasi dan alat yang mendukung kinerja pada saat dibutuhkan (Performance Support) (diadaptasi dari Nyugen, dalam Reiser & Dempsey, 2012)
Perkembangan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi juga telah memberikan fasilitas dan berbagai kemudahan bagi para pekerja dalam mengakses informasi. Kondisi ini sekaligus menggambarkan bahwa mereka memiliki kesempatan belajar yang luas untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya dalam melakukan pekerjaannya. Beberapa sistem yang telah berkembang diantaranya adalah Sistem GPS (Global Position System); Software persiapan membayar dan melaporkan pajak penghasilan; Alat untuk menghasilkan rumusan tujuan pembelajaran; dan Sistem untuk melaksanakan evaluasi. Perkembangan ini sekaligus menjadi tantangan bagi para teknolog pendidikan, bagaimana memanfaatkan berbagai fasilitas pendukung tersebut untuk dapat memfasilitasi para pekerja tetap bisa belajar secara efesien dan efektif.
5.       Berkembangnya model pembelajaran yang berbasis internet (Online Learning)
Pemanfaatan internet sebagai sumber belajar menjadi tren tersendiri dalam dunia pendidikan dan pembelajaran di dunia. Telah banyak kegiatan pendidikan dan pelatihan, serta pembelajaran yang memanfaatkan keunggulan model pembelajaran berbasis internet, atau yang lebih dikenal dengan sebutan online learning.
ASTD State of the Industry (2010) dari hasil penelitiannya melaporkan bahwa telah banyak jenis pelatihan yang dilaksanakan berbasis Teknologi , seperti online, CBI, video, dll. Hal ini dapat dilihat dari prosentase pengguna teknologi dalam pelatihannya, sebagai berikut:
Sumber: 2010 ASTD State of the Industry Report
Pengguna online learning dari tahun ke tahun di jenjang sekolah juga telah terjadi peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Siswa Sekolah Menengah Pertama Siswa Sekolah Menengah Atas
2008     2009    2010     2008     2009     2010
  9%       13%     19%      10%     18%       30%
Sumber: Blackboard, Learning in The 21st Century, 2011 Trends update
Kondisi di atas tentunya menjadi tantangan dan sekaligus peluang tersendiri bagi para teknolog pendidikan, karena semakin banyak lembaga yang menyelenggarakan kuliah (kelas) online, maka akan semakin banyak kesempatan bagi desainer pembelajaran untuk berkiprah dalam pengembangan dan penyelenggaraan pembelajaran berbasis internet (online learning). Sebab keterampilan mendesain pembelajaran sangat diperlukan dalam mempersiapkan kuliah online yang efektif. Peluang ini tentunya harus dijawab oleh para teknolog pendidikan dengan penguasaan kemampuan dalam mendesain, mengembangkan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran online.
6.       Berkembangnya konsep “belajar informal” (Informal Learning)
Sebagaimana diungkapkan di awal, bahwa proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Ini berarti kegiatan belajar dapat dilakukan secara formal, bisa juga dilakukan secara informal. Proses belajar informal inilah yang memungkinkan proses belajar menjadi tidak terbatas waktu dan tempat. Namun demikian, proses belajar informal pun tetap memerlukan perencanaan dan pengorganisasian lingkungan belajar yang baik dan kondusif untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Untuk itu menjadi tantangan tersendiri bagi para desainer pembelajaran, khususnya dalam:
  • Mengidentifikasi aktivitas belajar informal terbaru yang berada di lingkungan (organisasi) dimana mereka melakukan aktivitasnya,
  •  Mengdentifikasi aktivitas belajar informal yang diharapkan ada di dalam lingkungan (organisasi),
  • Menata kondisi lingkungan tempat kerja yang akan memelihara terjadinya aktivitas belajar informal yang diharapkan.
7.     Berkembangnya beragam jenis media sosial (Social Media)
Berkembangnya berbagai peralatan (tools) berbasis web dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi individu dalam menciptakan konten, berbagi pengetahuan, dan bekerja sama dengan pihak lain melalui web. Beberapa contoh sosial media yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar peserta didik diantaranya adalah Wikis, Blogs, Podcasts, Situs jejaring sosial (seperti: facebook), dan Situs berbagi media (seperti: YouTube).
Untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki berbagai jenis social media tersebut, dalam membantu efektivitas proses pembelajaran adalah menjadi tantangan bagi para desainer pembelajaran. Diantara tantangan yang harus dijawab oleh para desainer pembelajaran adalah:
  • Bagaimana memilih peralatan social media yang efektif untuk membantu mempermudah proses belajar dari berbagai tipe tugas belajar
  • Bagaimana merencanakan sebuah struktur/perancah yang cukup untuk mendukung siswa mencapai tujuan pembelajaran
  • Bagaimana mengidentifikasi peran yang cocok bagi instruktur saat social media digunakan, khususnya dalam: mempresentasikan konten, dan pemberian umpan balik.
8.     Berkembangnya ragam dan format software permainan yang bermuatan pendidikan (Educational Games)
Pengembangan dan pemanfaatan berbagai macam permainan (games) berbasis TIK untuk pembelajaran menjadi tren tersendiri dalam dunia pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia. Telah banyak para praktisi TIK, baik secara mandiri maupun bekerjasama dengan orang pendidikan, mengembangkan bermacam-macam games pembelajaran. Tantangan yang muncul adalah bagaimana mengembangkan games pembelajaran yang benar-benar dapat memfasilitasi peserta didik belajar secara efektif. Untuk itu Reiser dengan mengadaptasi dari pendapat Shute (AERA Presentation, 2011), mengemukakan bahwa game yang baik adalah game yang didesain dengan menyediakan:
  • Tantangan pemecahan masalah yang adaptif
  • Tujuan dan peran yang jelas
  • Tingkat kontrol siswa yang tinggi
  •  Memotivasi rangsangan sensori
  •  Perasaan yang tidak meyakinkan
  •  Pemberian umpan balik yang berkelanjutan
Dengan memperhatikan kriteria game yang baik di atas, yang menjadi tantangan bagi para desainer (game) pembelajaran adalah bagaimana mendesian game yang:
  • Menyediakan informasi tentang tujuan belajar yang harus dicapai secara jelas
  • Benar-benar dapat membantu peserta didik mencapai tujuan belajar yang spesifik
  • Menyediakan rangkaian peristiwa yang menunjukkan proses belajar yang menantang namun tetap menyenangkan
  • Menyediakan instrumen untuk mengukur capaian belajar
  • Memperhatikan isu-isu efisiensi pembelajaran
9.       Belajar Sain
Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan peradaban manusia saat ini banyak dipengaruhi oleh berbagai penemuan dalam bidang sain. Oleh karena itu, menjadi hal yang sangat logis kalau belajar sain menjadi tren yang mendapat perhatian yang serius dari berbagai kalangan, termasuk bidang teknologi pembelajaran. Dalam konteks ini pula Reiser mengemukakan prinsip-prinsip kunci untuk dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran sain yang efektif, yaitu:
  • Fokus pada penguasaan pemahaman konsep yang mendalam
  • Menciptakan lingkungan belajar yang berpusat pada siswa
  • Menggunakan teknologi untuk menciptakan lingkungan belajar, menyediakan peralatan baru untuk para siswa, dan meningkatkan pemahaman mereka
  • Desain untuk transfer belajar
  • Melakukan kajian belajar dalam seting dunia nyata, bukan di lab
  • Mengevaluasi hasil belajar dari berbagai perspektif
  • Melaksanakan penelitian terhadap proses desain
Dengan berkembangnya tren ini, yang menjadi tantangan bagi desainer pembelajaran adalah:
  • Bagaimana mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang prinsip dan strategi belajar sains
  • Bagaimana mengidentifikasi tipe-tipe pencapaian belajar sain yang fektif
  • Menguji bagaimana variasi strategi belajar sains dikombinasikan dengan praktik desain pembelajaran
10. Berkembangnya konsep dan teknologi yang memungkinkan pembelajaran dilakukan secara mobile (Mobile Learning)
Berbagai perangkat teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih, seperti smartphone, komputer tablet, ipods, dll, saat ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung proses belajar yang dilakukan secara “bergerak” atau mobile. Model pembelajaran seperti ini telah banyak dikembangkan. Hal ini tidak lain, karena model pembelajaran ini memiliki banyak keuntungan diantaranya adalah biaya teknologi yang relatif murah, mengurangi kesenjangan digital, penggunaan kelas fisik yang mudah, fasilitas yang portabel “belajar dimana saja dan kapan saja”, kedekatan antara siswa dan guru. Di samping itu, model pembelajaran ini menjanjikan keberhasilan yang besar, sebagaimana ditunjukkan oleh sebuah survey yang dilakukan oleh Blackboard K-12, yaitu sebanyak 90% administrator Mobile Learning Explorer menyatakan bahwa komputer mobile meningkatkan potensi siswa untuk sukses (Speak Up 2009 Survey).

Dengan adanya 10 trend di bidang Teknologi pendidikan tersebut, menunjukkan bahwa Teknologi Pendidikan telah mengikuti perkembangan iptek dan para ahli teknologi pendidikan menyiapkan langkah-langkah apa yang harus diambil. Bukan hanya itu, pada tahun 2012, AECT merumuskan serangkaian kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang teknolog pendidikan yang dikelompokkan ke dalam lima standar, yaitu:
Standar 1 – Berkenaan dengan penguasaan konten pengetahuan (Content Knowledge). Dalam hal ini seorang teknolog pendidikan dituntut untuk mampu menciptakan, menggunakan, menilai, dan mengelola aplikasi dan proses teknologi pendidikan secara teoritik dan praktik.
Standar 2 – Berkenaan dengan penguasaan konten pedagogi (Content Pedagogy). Standar ini menuntut para teknolog pendidikan untuk memiliki kemampuan mengimplementasikan dan melaksanakan proses teknologi pendidikan yang efektif berdasarkan pada isi dan pedagogi kontemporer
Standar 3 – Berkenaan dengan kemampuan untuk menciptakan lingkungan belajar (Learning Environments) yang kondusif. Standar ini dimaksudkan agar para teknolog pendidikan untuk mampu memfasilitasi belajar dengan cara menciptakan, menggunakan, dan mengelola lingkungan belajar yang efektif
Standar 4 – Berkenaan dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan profesional (Professional Knowledge and Skills). Dalam hal ini, para teknolog pendidikan dituntut untuk memiliki kemampuan mendesain, mengembangkan, melaksanakan, dan mengevaluasi lingkungan belajar yang kaya teknologi dengan dukungan para praktisi
Standar 5 – Berkenaan dengan kemampuan melakukan penelitian (Research). Standar ini menuntut para teknolog pendidikan untuk memiliki kemampuan menggali, mengevaluasi, mensintesis dan menerapkan metode inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar dan kinerja

Berdasarkan pemaparan Menristekdikti bahwa terdapat 5 elemen penting yang akan dilaksanakan dalam menghadapi  Revolusi Industri 4,0 serta adanya 5 standar kompetensi bagi teknolog pendidikan,  maka dalam hal ini peran dan kontribusi Teknologi Pendidikan dalam Revolusi Industri 4,0 sangat besar. Para teknolog pendidikan betul-betul harus meningkatkan dan menguasai kompetensinya dengan baik, apabila ingin berkontribusi dalam Revolusi Industri ini.

Merujuk pada definisi AECT 2004, bahwa teknolog pendidikan harus dapat memfasilitasi belajar dan meningkatkan performa kinerja baik perorangan, kelompok atau organisasi, dengan usia berapapun, kapan dan dimana saja, dengan materi/mengenai apapun (yang membelajarkan) maka saatnya teknolog pendidikan berkiprah lebih banyak dalam revolusi industri ini. Para teknolog pendidikan harus memfasilitasi kegiatan pembelajaran dengan mengikuti trend dan standar kompetensi, untuk seluruh jenjang pendidikan formal dan non formal baik perorangan maupun kelompok, organisasi atau perusahaan, terkait materi apapun yang dibutuhkan pebelajar,  dengan hambatan apapun (fisik, jarak, kemampuan, dan lain-lain). 
Berdasarkan kawasan Teknologi Pendidikan, maka seorang teknolog pendidikan merupakan desainer, pengembang, pemakai, pengelola, pengevaluasi proses dan sumber  belajar,  serta peneliti kegiatan pembelajaran.
Oleh karena itu, Teknolog Pendidikan harus dapat  memanfaatkan dan mengembangkan fasilitas yang tersedia pada saat ini untuk proses dan sumber belajar berupa jaringan internet dan perangkat berbasis web, dan mampu bekerja sama dengan praktisi lainnya dalam menyiapkan pembelajaran yang melampaui batas-batas ruang kelas.
Secara rinci, Teknolog pendidikan diantaranya harus dapat menganalisa kebutuhan pebelajar, memilih dan menetapkan strategi pembelajaran yang tepat (blended learning, online, face to face dengan berbagai model pembelajaran),  memilih, menetapkan dan mendesain modul atau bentuk bahan pembelajaran sesuai strategi yang ditetapkan,   pemanfaatan sumber belajar secara tepat dan  maksimal, implementasi model pembelajaran berbasis web dan internet, mendukung penerapan regulasi (baru) terkait model dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan revolusi industri 4,0, mengelola sistem informasi pendidikan terbaru dan termutakhir, melakukan evaluasi dan analisis masalah proses dan hasil pembelajaran.

PENUTUP
Sebagai sebuah disiplin ilmu terapan (applied science), Teknologi Pendidikan akan terus mengikuti dan mengadopsi berbagai perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk bidang teknologi informasi dan komunikasi. Kondisi ini sekaligus menuntut para teknolog pendidikan untuk terus mempelajari berbagai perubahan tersebut dan mengaplikasikannnya untuk memfasilitasi peserta didik dalam memecahkan masalah belajar dan meningkatkan kinerjanya. Sasaran peningkatan kinerja yang paling besar dalam pendidikan adalah guru, karena peserta didik hanya mengikuti sistem pendidikan yang diterapkan. Disamling itu, para teknolog pendidikan pun memiliki dua konsekuensi yang harus dihadapi, yaitu:
Pertama, secara pribadi harus mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan tersebut untuk dapat eksis dan berkonstribusi positif terhadap berbagai perubahan, khusunya dalam bidang teknologi pendidikan.
Kedua, sebagai profesional, harus terus mengembangkan profesionalitasnya agar dapat menciptakan berbagai inovasi belajar dan pembelajaran yang efektif sebagai solusi atas permasalahan belajar yang akan dihadapi oleh para pebelajar. Untuk menghadapi tantangan tersebut, sejumlah kompetensi, harus terus dikuasai dan dikembangkan.



Sumber:
Daryanto, Karim. 2017. Pembelajaran Abad 21. Yogyakarta: Gava Media.
khaerudin.psb@gmail.com , www.ilmupendidikan.net

Komentar


  1. Thanks infonya. Saya juga punya nih referensi lain tentang pengertian industri 4.0 yang lebih luas, dan ada kaitannya juga dengan dunia fintech di Indonesia. Cek di sini yuk: Penjelasan lengkap Revolusi Industri 4.0

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih sdh mampir, dan thanks unt sharing tambahannya

      Hapus
  2. jika kalian ingin mempromosikan bisnis dan membranding produk kalian, coba gunakan jasa pembuatan website Jakarta untuk website bisnis kalian.

    BalasHapus
  3. Velasco Indonesia
    Distributor dan supplier peralatan industri, menyediakan rantai kapal, wire rope, tali baja kuat dan tahan lama, serta peralatan2 industri lainnya.

    BalasHapus
  4. Perkenalkan kami adalah media informasi si si Indonesia. Eva menghadirkan beragam informasi terkini terkait teknologi, pendidikan, ekonomi, bisnis, keuangan, dunia Islam, dan lainnya. Nova akan menjadi solusi atas permasalahan. UFA.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENILAIAN AUTENTIK

KONSEP DAN PENERAPAN DESAIN INSTRUKSIONAL

PENERAPAN DISAIN INSTRUKSIONAL Model ADDIE