PERAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN PADA REVOLUSI INDUSTRI 4,0
PERAN
TEKNOLOGI PENDIDIKAN PADA REVOLUSI INDUSTRI 4,0
Dosen pengampu: Dr. Dirgantara Wicaksono, M.Pd
PENDAHULUAN
Saat ini kita
disibukkan dengan berita persiapan pemerintah menghadapi Revolusi Industri 4.0, yang sebenarnya sudah terjadi dengan maraknya
ekspansi dunia digital dan internet ke kehidupan masyarakat. Beberapa aktivitas yang sudah dilakukan pada
Revolusi Industri 4,0 di Indonesia yaitu
perubahan yang membuat aktifitas kita lebih efektif dan efisien diantaranya
adalah perubahan cara bayar dari cash ke non cash kemudian
transfer dana yang menggunakan aplikasi mobile
atau m-banking, penggunaan internet
yang awalnya untuk mencari informasi dan berkirim pesan telah bertransformasi
menjadi internet of things (mencari
teman, share info, bekerja, belanja,
dll), cara belanja sistem online, tersedianya transportasi umum dengan aplikasi
online baik untuk mengangkut manusia
maupun barang atau makanan, cara pembayaran
tol yang non cash, mulainya pembelajaran dengan buku
digital, dan lain-lain.
Secara etimologi,
revolusi adalah perubahan besar, secara cepat, dan radikal yang mempengaruhi
kehidupan corak manusia. Dalam Wikipedia, revolusi industri adalah perubahan
secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan,
transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap
kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Sementara pengertian revolusi
industri pada www.sumberpengertian.com adalah perubahan yang radikal dan cepat terhadap perkembangan
manusia dalam menciptakan peralatan kerja untuk meningkatkan hasil indistri
atau produksi. Istilah revolusi industri diperkenalkan oleh Friedrich Engels
dan Louis-Auguste Engels pada pertengahan abad ke-19. Sekarang ini kita telah
melalui 3 tahap/masa revolusi industri dan sedang berada pada revolusi industri
4.
REVOLUSI 1,0
.Terjadi pada abad ke 18. Revolusi generasi pertama melahirkan sejarah ketika
tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin. Penemuan-penemuan
teknologi yang menggantikan fungsi manusia seperti penemuan mesin uap (James Watt),
lokomotif (Richard Trevethiek), kereta
api penumpang (George Stepenson), kapal perang dengan mesin uap (Robert
Fulton), telpon ( Alexander Graham Bell)
dan lain-lain yang berbasis manufaktur. Revolusi ini dicatat oleh sejarah
berhasil mengerek naik perekonomian
walaupun penggunaan uap untuk menggerakkan mesin yang berbahan bakar kayu atau batu bara disebut
teknik kuno untuk saat ini.
REVOLUSI 2.0.
Terjadi pada abad 19 yang ditandai dengan penggunaan teknik baru berupa mesin
bermotor yang berbahan bakar listrik atau bensin. Munculnya pembangkit tenaga
listrik dan motor memicu kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang,
dan lain-lain yang mengubah wajah dunia secara signifikan.
REVOLUSI 3,0.
Terjadi pada abad 20, ditandai dengan penggunaan teknik kimia-hayati berbahan
atom atau nuklir serta kemunculan teknologi digital dan internet.
REVOLUSI 4,0.
Pada revolusi Industri 4,0 teknologi informasi telah menjadi basis dalam
kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas (borderless) dengan penggunaan daya komputasi dan data yang tidak
terbatas (unlimited), karena
dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang masif sebagai
tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Terobosan teknologi
penyokong Revolusi Industri keempat antara lain kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI),
perkembangan robotika, "the Internet
of Things", realitas maya (virtual
reality/VR), dan mesin cetak tiga dimensi.
Kecerdasan buatan dapat diaplikasikan untuk telepon seluler, otomotif,
juga persenjataan. Profesor Klaus Schwab sebagai penggagas World Economic Forum
(WEF) melalui bukunya The Fourth
Industrial Revolution menyatakan, revolusi ini secara fundamental dapat
mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berhubungan satu dengan yang lain. Revolusi industri
keempat digadang-gadang mampu meningkatkan laju mobilitas informasi, efisiensi
organisasi industri, dan membantu meminimalisasi kerusakan lingkungan.
Forum Ekonomi
Dunia (World Economic Forum/WEF) 2018
di Davos-Klosters, Swiss, membawa pesan penting mengenai Revolusi Industri
Keempat (Industry 4.0) sebagai babak baru yang akan mengubah segala lini
kehidupan manusia melalui perkembangan teknologi. WEF memandang setidaknya
terdapat delapan isu kunci terkait "Industry 4.0", yaitu disrupsi
atau gangguan dalam pekerjaan; inovasi dan daya produksi; ketimpangan; cerdas
kelola; keamanan dan konflik; disrupsi bisnis; kepaduan teknologi; serta isu
etnis dan identitas.
Chief Executive Officer (CEO) Siemens AG, Joe Kaeser, dalam
artikelnya di WEF menyebutkan Revolusi Industri Keempat sebagai perubahan
peradaban manusia terbesar kendati saat ini prosesnya masih dalam tahap awal
dan mewanti-wanti agar revolusi tersebut dapat diarahkan dengan benar oleh
semua pihak sehingga proses digitalisasi yang terjadi mampu memberikan kebaikan
bagi populasi kelak.
DAMPAK REVOLUSI INDUSTRI 4,0 PADA SISTEM PENDIDIKAN
Berdasarkan hasil
riset Bank Dunia (World Bank)
baru-baru ini menyatakan bahwa Indonesia perlu 45 tahun (hampir setengah abad)
mengejar ketertinggalan dalam bidang
pendidikan dan perlu 75 tahun untuk mengejar ketertinggalan dalam bidang
ilmu pengetahuan. Sementara daya saing Indonesia tahun 2017 masih ada diurutan
36 dari 137 negara. Menurut Trilling dan Fadel dalam Daryanto (2017:13), keterampilan
yang harus dimiliki pada abad 21 adalah life
and career skills, learning and innovation skills, dan information media and technology skills. Artinya masih banyak
pekerjaan rumah yang harus dikejar oleh pemerintah dan kita sebagai rakyat
Indonesia dalam menjalani RI 4,0 ini.
Kehadiran
revolusi industri keempat selain membawa kekhawatiran, juga membawa kabar baik
karena tidak sepenuhnya berdampak negatif seperti yang dikhawatirkan
sebelumnya. World Economic Forum
memprediksi empat isu yang akan memengaruhi pekerjaan pada masa depan:
Pertama,
kecerdasan buatan dan robot akan menciptakan lebih banyak pekerjaan, bukan
pengangguran massal. Memang benar bahwa otomatisasi akan menyebabkan beberapa
pekerjaan akan hilang, namun di sisi lain adalah hal ini justru membawa peluang
pekerjaan baru di bidang yang lain. Para ahli ekonomi percaya bahwa yang
terjadi pada masa depan bukan kurangnya lowongan pekerjaan, tapi kurangnya
kemampuan yang sesuai dengan jenis pekerjaan pada masa depan.
Kedua,
setiap kota akan saling berkompetisi memperebutkan sumber daya manusia dengan
talenta terbaik. Persaingan untuk mendapatkan talenta terbaik tidak lagi
berlangsung hanya antarperusahaan, namun akan meningkat menjadi antarkota.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan bekerja dari jarak
jauh, masyarakat akan lebih memilih untuk tinggal di kota dengan lingkungan
ramah teknologi dibandingkan dengan tinggal di tempat terdekat dengan kantor.
Ketiga,
sebagian besar tenaga kerja negara maju akan menjadi pekerja bebas (freelance) sebelum 2027. Para pekerja freelance ini akan didominasi oleh
generasi milenial. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan dipercaya akan lebih
memilih merekrut para pekerja freelance
dibandingkan pekerja tetap untuk mengisi kekosongan talenta (talent gap) yang mereka butuhkan.
Keempat,
sistem pendidikan berubah dari pendekatan parsial menjadi holistik. Pelajaran
matematika, seni dan ilmu pengetahuan yang selama ini dipandang sebagai
disiplin ilmu yang terpisah dinilai sudah tidak relevan dalam mengisi kebutuhan
kompetensi pekerjaan pada masa depan. Sekolah-sekolah akan mulai mengadopsi
kurikulum berbasis tugas (project-based
curriculum) sebagai jembatan untuk meruntuhkan sekat-sekat yang selama ini
menjadi penghalang generasi berpikir kreatif.
Saat ini sudah
dimungkinkan untuk diadakan belajar jarak jauh dengan menggunakan media
internet untuk menghubungkan antara mahasiswa dengan dosennya, melihat nilai
mahasiswa secara online, mengecek keuangan, melihat jadwal kuliah, mengirimkan
berkas tugas yang diberikan dosen dan sebagainya.
Jadi, era
revolusi industri 4.0 juga mengubah cara pandang tentang pendidikan. Perubahan
yang dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih
esensial, yakni perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri.
Untuk bisa menghadapi semua tantangan tersebut, syarat penting yang harus
dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi guru yang
berkualitas. Pasalnya, di era revolusi industri 4.0 profesi guru makin
kompetitif.
Setidaknya
terdapat lima kualifikasi dan kompetensi guru yang dibutuhkan di era 4.0.
Kelimanya meliputi:
1.
Educational competence, kompetensi mendidik/pembelajaran berbasis internet of thing sebagai basic skill di era ini;
2.
Competence for technological commercialization, punya kompetensi membawa siswa memiliki
sikap entrepreneurship
(kewirausahaan) dengan teknologi atas hasil karya inovasi siswa;
3.
Competence in globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap terhadap
berbagai budaya, kompetensi hybrid, yaitu global competence dan keunggulan
memecahkan problem nasional;
4.
Competence in future strategies, dunia mudah berubah dan berjalan cepat,
sehingga punya kompetensi memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi di
masa depan dan strateginya, dengan cara joint-lecture,
joint-research, joint-resources, staff mobility dan rotasi, paham arah SDG’s, dan
lain sebagainya.
5.
Conselor competence, mengingat ke depan masalah anak bukan pada
kesulitan memahami materi ajar, tapi lebih terkait masalah psikologis, stres
akibat tekanan keadaan yang makin komplek dan berat.
Menristekdikti,
Bpk. Moh. Nasir dalam pembukaan acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas)
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) 2018
yang digelar di Kampus Universitas Sumatera Utara (USU),
Medan(17/1)menyampaikan, “Kebijakan strategis perlu dirumuskan dalam berbagai
aspek mulai dari kelembagaan, bidang studi, kurikulum, sumber daya, serta
pengembangan cyber university,
risbang hingga inovasi.
Pendidikan
setidaknya harus mampu menyiapkan anak didiknya menghadapi tiga hal:
1.
Menyiapkan anak
untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum ada;
2.
Menyiapkan anak
untuk bisa menyelesaikan masalah yang masalahnya saat ini belum muncul, dan
3. Menyiapkan anak
untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan.
Sungguh sebuah pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi dunia pendidikan.
Menristekdikti
menjelaskan ada lima elemen penting yang harus menjadi perhatian dan akan
dilaksanakan oleh Kemenristekdikti untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya
saing bangsa di era Revolusi Industri 4.0, yaitu:
1. Persiapan sistem
pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti penyesuaian
kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data
Analitic, mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk
menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan terampil terutama
dalam aspek data literacy, technological literacy and human literacy.
2. Rekonstruksi
kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap
revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi
yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen
dan mahasiswa. Cyber University ini
nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau
pendidikan tinggi yang berkualitas.
3. Persiapan sumber
daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsive,
adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain itu,
peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset,
dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan
inovasi.
4. Terobosan dalam
riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan ekosistem riset
dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan
pengembangan di Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, LPNK, Industri, dan
Masyarakat.
5. Terobosan inovasi
dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan
meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi
PERAN TEKNOLOGI
PENDIDIKAN DALAM REVOLUSI INDUSTRI 4,0
Revolusi Industri
(RI) 4,0 jelas berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Mau tak mau, senang tak
senang, kita harus membuka diri menerima perubahan dari RI 4,0 ini. Untuk
membuka diri menerima perubahan, tentu dibutuhkan persiapan-persiapan. Walaupun
hasil riset Bank Dunia menyatakan bahwa kondisi negara kita sangat tertinggal,
serta era Revolusi Industri 4,0 telah bergulir, hal tersebut harus membuat kita
sebagai bangsa Indonesia terlecut dan optimis untuk melakukan perubahan ke arah
perbaikan bagi kesejahteraan bangsa ini.
Sektor pendidikan
secara langsung maupun tidak langsung akan banyak berperan dalam revolusi
industri 4,0 ini. Sehingga perubahan pada sistem pendidikan tidak bisa menunggu
lama, terutama pada tatanan perguruan tinggi. Perubahan dan persiapan yang
dilakukan pada sektor pendidikan seperti yang dikemukakan Menristekdikti salah
satunya adalah sumber daya manusia (SDM), yaitu dosen dan peneliti serta
perekayasa. Hal ini tentu karena beliau membawahi jenjang pendidikan
tinggi.
Persiapan SDM di
jenjang pendidikan lain juga harus disiapkan juga, yaitu para guru pendidikan
dasar dan menengah, bahkan para instruktur atau tutor dibidang pendiidkan luar
sekolah. Perubahan ini memang bukan hal yang mudah karena dibutuhkan
kesungguhan komitmen dan dukungan penuh dari pemerintah, pihak akademisi juga
kontribusi masyarakat.
Dalam dunia pendidikan sendiri terdapat empat revolusi yang terjadi karena
adanya masalah yang tidak teratasi dengan cara yang ada sebelumnya, tetapi
dilain pihak juga menimbulkan masalah baru. Masalah – masalah itu dibatasi pada
masalah utama, yaitu “belajar”. Menurut Sir Eric Ashby (1972) revolusi dibagi dibagi
menjadi 4 yaitu :
·
Revolusi pertama, terjadi karena
orang tua atau keluarga tidak mampu lagi membelajarkan anak-anaknya sendiri
sehingga menyerahkan tanggung jawab itu kepada orang lain yang secara khusus
diberi tanggung jawab untuk mendidik.
· Revolusi kedua, karena guru ingin
memberikan pelajaran kepada lebih banyak anak didik dengan cara yang lebih
cepat sehingga kegiatan pendidikan dilembagakan dengan berbagai ketentuan yang
dibakukan.
·
Revolusi ketiga, ditemukannya
mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya informasi iconic dan numeric dalam
bentuk buku dan media cetak lain, sehingga guru dapat membelajarkan lebih
banyak lagi dan lebih cepat lagi. Buku hingga saat ini masih dianggap sebagai
media utama di samping guru untuk kegiatan pendidikan.
· Revolusi keempat, berlangsung
dengan perkembangan yang pesat di bidang elektronik. Dalam revolusi ini, mulai
disadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan semua ajaran yang
diperlukan, karena yang lebih penting adalah mengajar anak didik tentang
bagaimana belajar. Belajar tersebut dapat menggunakan berbagai sumber sebagai
“akibat” dari perkembangan media elektronik, seperti radio, televisi, tape, dan
lain-lain, yang mampu menembus batas geografis, sosial, dan politis secara
lebih intens lagi daripada media cetak. Pesan-pesan dapat lebih cepat, lebih
bervariasi, serta berpotensi untuk lebih berdaya guna bagi si penerima. Pada
revolusi keempat ini, pendidikan mulai difokuskan pada mengajar anak didik
tentang bagaimana belajar dan ajaran selanjutnya akan diperoleh si pembelajar
sepanjang usia hidupnya melalui sumber dan saluran atau media/sumber belajar.
Sebagai “dokter” dalam hal pembelajaran, teknolog pendidikan sangat
berperan dalam revolusi pendidikan yang terjadi. Terutama pada revolusi
pendidikan ketiga dan lebih khusus lagi pada revolusi keempat. Pada tahap
keempat ini fungsi guru bukan lagi sebagai sentral dalam pembelajaran atau teacher-centered, namun berubah menjadi students-centered dimana guru menjadi
fasilitator bagi penyediaan kebutuhan belajar peserta didik dalam upayanya
melaksanakan “bagaimana belajar” dengan menyiapkan sumber dan media
pembelajaran, yang diperuntukan bukan saja bagi peserta didik di sekitarnya
melainkan juga yang jarak keberadaannya jauh secara fisik.
Definisi Teknologi Pendidikan menurut
AECT 2004, “Educational technology
is the study and ethical practice of facilitating learning and improving
performence by creating, using, and managing appropriate technological
processes and resources “. Teknologi
pendidikan adalah studi dan etika praktik dalam upaya memfasilitasi
pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan atau
memanfaatkan dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat.”
Definisi AECT 2004 ini menerangkan pembelajaran dipusatkan pada siswa (student center learning), guru berfungsi
sebagai fasilitator dan motivator dalam meningkatkan proses belajar siswa. Hal
ini sesuai dengan definisi Teknologi Pendidikan sebagai studi dan etika praktek
untuk menfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan,
penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi. Definisi ini
mengalami pembaharuan atau pemantapan pada 2008. Berikut ini dijelaskan konsep
istilah yang dipakai dalam definisi TP AECT 2008, yaitu:
a.
Study
Studi diartikan sebagai kumpulan informasi dan analisis melalui traditional
conceptions of research. Penelitian merupakan ujung tombak atau generator dari
lahirnya ide-ide baru dan proses evaluatif untuk meningkatkan praktek. Studi
juga dimaknai sebagai pemahaman teoritis dari praktek teknologi pendidikan yang
diperlukan untuk perkembangan dan perbaikan ilmu pengetahuan melalui penelitian
dan refleksi.
b.
Ethical Practice
Etika praktek mengacu pada standar etika praktis sebagaimana yang
didefinisikan oleh Komite Etika AECT tentang apa saja yang harus dilakukan oleh
praktisi Teknologi Pendidikan. Definisi teknologi pendidikan saat ini mulai
mepertimbangkan etika praktek sebagai sesuatu yang penting untuk mencapai kesuksesan, karena tanpa hal
tersebut sukses adalah hal yang mustahil dicapai.
c.
Facilitating
Hadir sebagai akibat adanya pergeseran paradigma pembelajaran yang
memberikan peran dan tanggung jawab lebih besar kepada peserta didik sehingga
peran teknologi pendidikan berubah menjadi pemfasilitasi. Memfasilitasi
meliputi mendesain lingkungan belajar, pengorganisasian sumber belajar, dan
menyediakan alat media untuk belajar. Kegiatan belajar dapat berlangsung
melalui tatap muka (face to face) atau berlangsung di lingkungan virtual atau
yang disebut sebagai distance learning.
d.
Learning
Learning (pembelajaran) selain berkenaan dengan ingatan juga berkenaan
dengan pemahaman. Tugas pembelajaran dapat dikategorikan berdasarkan pada
berbagai taksonomi, dimana tujuan dari pembelajaran/pendidikan adalah adanya
pemahaman sebagai retensi pengetahuan.
e.
Improving
Berkaitan dengan peningkatan kualitas produk yang menyebabkan pembelajaran
lebih efektif, perubahan dalam kapabilitas yang membawa dampak pada aplikasi
dunia nyata. Pada lingkup teknologi pendidikan, untuk meningkatkan (improve)
kemampuan mengharuskan untuk memenuhi tuntutan keefektivan seperti: kualitas
produk sebagai hasil proses pembelajaran, produk pembelajaran yang efektif, dan
kemampuan pebelajar yang dapat diaplikasikan di dunia nyata.
f.
Performance
Berkaitan dengan kesanggupan peserta didik untuk menggunakan dan mengaplikasikan
kemampuan yang baru didapatkannya. Selanjutnya, ide dan media (tools) dari
teknologi pendidikan dapat membantu pendidik (guru) dan desainer pembelajaran
untuk meningkatkan performance agar
dapat mengorganisasikan dan mencapai tujuan pembelajaran secara efektif.
g.
Creating, Using,
Managing
Creating (penciptaan) mengacu pada penelitian, teori dan praktek dalam
pembuatan materi pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan sistem pembelajaran
dalam beberapa setting yang berbeda, formal dan nonformal. Using (pemanfaatan)
mengacu pada teori dan praktek yang terkait dengan membawa peserta didik
berhubungan dengan kondisi dan sumber belajar. Managing (pengelolaan) berkaitan
dengan manajemen perorangan dan manajemen informasi yang mengacu pada masalah
pengorganisasian orang-orang dan perencanaan, pengendalian, penyimpanan dan
pengolahan informasi.
h.
Appropriate
Appropriate (tepat) digunakan
untuk menjelaskan kata teknologi yang tepat pada proses dan sumber daya, yang
menandakan kecocokan dan kesesuaian dengan tujuan pendidikan yang ingin
dicapai.
i.
Technological
Teknologi mengandung arti aplikasi sistematis atau ilmu atau pengetahuan
yang terorganisir untuk tugas-tugas praktis. Teknologi yang dimaksud dapat
berupa software maupun hardware yang diperlukan dalam proses pembelajaran.
j.
Processes
Dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang diarahkan pada hasil
yang spesifik. Teknologi pendidikan seringkali mngidentifikasikan proses
sebagai aktivitas desain, pengembangan, dan menghasilkan sumber belajar, yang
tergolong sebagai proses dalam arti luas dari teknologi pendidikan.
k.
Resources
Sumber daya telah diperluas dengan inovasi teknologi dan dengan
pengembangan pemahaman baru mengenai bagaimana alat-alat teknologi dapat
membantu peserta didik belajar. Sumber belajar dapat berupa orang, media/alat,
teknologi, dan materi yang didesain untuk membantu pebelajar.
Definisi dan kawasan Teknologi Pendidikan mengalami perubahan dan
perkembangan dari waktu ke waktu mengikuti perubahan kondisi, mengganti dengan
yang lebih “matang” dan kontekstual. Definisi Teknologi pendidikan dimulai dari tahun 1963, 1970, 1972, 1977, 1994, dan 2004 yang diperbaharui
pada tahun 2008.
Berdasarkan hal
tersebut, sesungguhnya Teknologi Pendidikan selalu membuka diri mengikuti
perubahan dan perkembangan jaman. Karena pada hakikatnya teknologi pendidikan adalah
suatu disiplin yang berkepentingan dengan pemecahan masalah belajar yang
berlandaskan pada serangkaian prinsip dan menggunakan berbagai macam
pendekatan. Masalah belajar itu terdapat di mana saja dan pada siapa saja
(orang maupun organisasi, kapan saja, dan mengenai apa saja). Jadi, dengan
adanya revolusi industry 4,0 ini, seharusnya para teknolog pendidikan sudah
siap berperan.
Terkait dengan
berbagai perubahan dan perkembangan dalam berbagai disiplin ilmu dan teknologi,
Robert Reiser (professor di bidang Instructional
system and learning technologies), menunjukkan terdapat 10 trend yang akan
mempengaruhi bidang teknologi pendidikan dan sekaligus menjadi tantangan bagi
para teknolog pendidikan, yaitu:
1. Tuntutan untuk
terjadinya peningkatan kinerja (Performance
Improvement) yang terus menerus dalam dunia kerja
Satu hal yang
sangat wajar, kalau setiap instansi menuntut untuk terjadi peningkatan kinerja
yang terus menerus di lingkungan kerjanya. Untuk mencapai harapan tersebut,
tidak semuanya dapat dicapai hanya dengan memenuhi sarana dan prasarana atau
infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan, karena seringkali
prasyarat untuk mencapai tujuan tersebut justru memerlukan peningkatan
kompetensi para pekerjanya. Banyak cara untuk meningkatkan kompetensi tenaga
kerja, diantaranya menggunakan metode non-instructional
untuk melengkapi metode instructional,
yaitu dengan memanfaatkan:
- Teknik motivasi
- Sistem umpan balik
- Seleksi personal
- Redesain tempat kerja dan pekerjaan
- Pelatihan dan pendampingan
- Dukungan kinerja
- Manajemen pengetahuan
- Belajar informal
2. Berkembangnya
aliran psikologi konstruktivistik (Constructivism)
dalam dunia pendidikan
Tren ini memunculkan tantangan yang menarik
bagi desainer pembelajaran, yaitu bagaimana mereka mampu menyeleksi strategi
pembelajaran yang efektif untuk membatu proses belajar yang dilakukan para
peserta didik; mereka harus memiliki keyakinan bahwa para peserta didik
sesungguhnya memiliki keterampilan prasyarat yang memadai untuk dapat
melaksanakan proses belajar dan pembelajaran yang akan dilaksanakan; mereka
juga harus mampu menyediakan perancah yang memadai untuk memberikan bimbingan
belajar; dan juga harus mampu mempertimbangkan efesiensi belajar.
3. Berkembangnya
konsep “manajemen pengetahuan“ (Knowledge
Management)
Konsep manajemen pengetahuan dapat diartikan
sebagai proses mengumpulkan, menyimpan dan membagi informasi, keahlian, dan
wawasan yang bernilai, baik ke dalam maupun lintas komunitas orang dan
organisasi yang memiliki minat dan kebutuhan yang sama (Rosenberg, dalam Reiser
& Dempsey, 2012). Penerapan konsep ini dalam proses belajar memungkinkan
terjadinya pemanfaatan sumber belajar secara efesien dan efektif, karena mereka
yang memerlukan informasi/pengetahuan dapat memperolehnya dari satu sumber
belajar yang di dalamnya sudah mengandung berbagai informasi yang penting.
4. Berkembangnya
suatu sistem yang menyediakan para pekerja berbagai akses pada informasi dan
alat yang mendukung kinerja pada saat dibutuhkan (Performance Support) (diadaptasi dari Nyugen, dalam Reiser &
Dempsey, 2012)
Perkembangan dalam bidang teknologi informasi
dan komunikasi juga telah memberikan fasilitas dan berbagai kemudahan bagi para
pekerja dalam mengakses informasi. Kondisi ini sekaligus menggambarkan bahwa
mereka memiliki kesempatan belajar yang luas untuk meningkatkan kapasitas dan
kapabilitasnya dalam melakukan pekerjaannya. Beberapa sistem yang telah
berkembang diantaranya adalah Sistem GPS (Global
Position System); Software persiapan membayar dan melaporkan pajak
penghasilan; Alat untuk menghasilkan rumusan tujuan pembelajaran; dan Sistem
untuk melaksanakan evaluasi. Perkembangan ini sekaligus menjadi tantangan bagi
para teknolog pendidikan, bagaimana memanfaatkan berbagai fasilitas pendukung
tersebut untuk dapat memfasilitasi para pekerja tetap bisa belajar secara
efesien dan efektif.
5.
Berkembangnya
model pembelajaran yang berbasis internet (Online
Learning)
Pemanfaatan internet sebagai sumber belajar
menjadi tren tersendiri dalam dunia pendidikan dan pembelajaran di dunia. Telah
banyak kegiatan pendidikan dan pelatihan, serta pembelajaran yang memanfaatkan
keunggulan model pembelajaran berbasis internet, atau yang lebih dikenal dengan
sebutan online learning.
ASTD State
of the Industry (2010) dari hasil penelitiannya melaporkan bahwa telah
banyak jenis pelatihan yang dilaksanakan berbasis Teknologi , seperti online, CBI, video, dll. Hal ini dapat
dilihat dari prosentase pengguna teknologi dalam pelatihannya, sebagai berikut:
Sumber: 2010 ASTD
State of the Industry Report
Pengguna online
learning dari tahun ke tahun di jenjang sekolah juga telah terjadi
peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Siswa
Sekolah Menengah Pertama Siswa Sekolah Menengah Atas
2008
2009 2010
2008 2009 2010
9% 13% 19% 10% 18% 30%
Sumber: Blackboard, Learning in
The 21st Century, 2011 Trends update
Kondisi di atas tentunya menjadi tantangan dan
sekaligus peluang tersendiri bagi para teknolog pendidikan, karena semakin
banyak lembaga yang menyelenggarakan kuliah (kelas) online, maka akan semakin banyak kesempatan bagi desainer
pembelajaran untuk berkiprah dalam pengembangan dan penyelenggaraan
pembelajaran berbasis internet (online
learning). Sebab keterampilan mendesain pembelajaran sangat diperlukan
dalam mempersiapkan kuliah online yang efektif. Peluang ini tentunya harus
dijawab oleh para teknolog pendidikan dengan penguasaan kemampuan dalam
mendesain, mengembangkan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran online.
6.
Berkembangnya
konsep “belajar informal” (Informal
Learning)
Sebagaimana diungkapkan di awal, bahwa proses
belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Ini berarti kegiatan
belajar dapat dilakukan secara formal, bisa juga dilakukan secara informal.
Proses belajar informal inilah yang memungkinkan proses belajar menjadi tidak
terbatas waktu dan tempat. Namun demikian, proses belajar informal pun tetap
memerlukan perencanaan dan pengorganisasian lingkungan belajar yang baik dan
kondusif untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Untuk itu menjadi tantangan
tersendiri bagi para desainer pembelajaran, khususnya dalam:
- Mengidentifikasi aktivitas belajar informal terbaru yang berada di lingkungan (organisasi) dimana mereka melakukan aktivitasnya,
- Mengdentifikasi aktivitas belajar informal yang diharapkan ada di dalam lingkungan (organisasi),
- Menata kondisi lingkungan tempat kerja yang akan memelihara terjadinya aktivitas belajar informal yang diharapkan.
7.
Berkembangnya
beragam jenis media sosial (Social Media)
Berkembangnya berbagai peralatan (tools)
berbasis web dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi individu dalam menciptakan
konten, berbagi pengetahuan, dan bekerja sama dengan pihak lain melalui web.
Beberapa contoh sosial media yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi
belajar peserta didik diantaranya adalah Wikis, Blogs, Podcasts, Situs jejaring
sosial (seperti: facebook), dan Situs berbagi media (seperti: YouTube).
Untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki
berbagai jenis social media tersebut, dalam membantu efektivitas proses
pembelajaran adalah menjadi tantangan bagi para desainer pembelajaran. Diantara
tantangan yang harus dijawab oleh para desainer pembelajaran adalah:
- Bagaimana memilih peralatan social media yang efektif untuk membantu mempermudah proses belajar dari berbagai tipe tugas belajar
- Bagaimana merencanakan sebuah struktur/perancah yang cukup untuk mendukung siswa mencapai tujuan pembelajaran
- Bagaimana mengidentifikasi peran yang cocok bagi instruktur saat social media digunakan, khususnya dalam: mempresentasikan konten, dan pemberian umpan balik.
8. Berkembangnya
ragam dan format software permainan
yang bermuatan pendidikan (Educational
Games)
Pengembangan dan pemanfaatan berbagai macam
permainan (games) berbasis TIK untuk pembelajaran menjadi tren tersendiri dalam
dunia pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia. Telah banyak para praktisi
TIK, baik secara mandiri maupun bekerjasama dengan orang pendidikan,
mengembangkan bermacam-macam games pembelajaran.
Tantangan yang muncul adalah bagaimana mengembangkan games pembelajaran yang
benar-benar dapat memfasilitasi peserta didik belajar secara efektif. Untuk itu
Reiser dengan mengadaptasi dari pendapat Shute (AERA Presentation, 2011),
mengemukakan bahwa game yang baik
adalah game yang didesain dengan
menyediakan:
- Tantangan pemecahan masalah yang adaptif
- Tujuan dan peran yang jelas
- Tingkat kontrol siswa yang tinggi
- Memotivasi rangsangan sensori
- Perasaan yang tidak meyakinkan
- Pemberian umpan balik yang berkelanjutan
Dengan memperhatikan kriteria game yang baik di atas, yang menjadi
tantangan bagi para desainer (game)
pembelajaran adalah bagaimana mendesian game yang:
- Menyediakan informasi tentang tujuan belajar yang harus dicapai secara jelas
- Benar-benar dapat membantu peserta didik mencapai tujuan belajar yang spesifik
- Menyediakan rangkaian peristiwa yang menunjukkan proses belajar yang menantang namun tetap menyenangkan
- Menyediakan instrumen untuk mengukur capaian belajar
- Memperhatikan isu-isu efisiensi pembelajaran
9.
Belajar Sain
Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan
peradaban manusia saat ini banyak dipengaruhi oleh berbagai penemuan dalam
bidang sain. Oleh karena itu, menjadi hal yang sangat logis kalau belajar sain
menjadi tren yang mendapat perhatian yang serius dari berbagai kalangan,
termasuk bidang teknologi pembelajaran. Dalam konteks ini pula Reiser
mengemukakan prinsip-prinsip kunci untuk dapat merancang dan melaksanakan
pembelajaran sain yang efektif, yaitu:
- Fokus pada penguasaan pemahaman konsep yang mendalam
- Menciptakan lingkungan belajar yang berpusat pada siswa
- Menggunakan teknologi untuk menciptakan lingkungan belajar, menyediakan peralatan baru untuk para siswa, dan meningkatkan pemahaman mereka
- Desain untuk transfer belajar
- Melakukan kajian belajar dalam seting dunia nyata, bukan di lab
- Mengevaluasi hasil belajar dari berbagai perspektif
- Melaksanakan penelitian terhadap proses desain
Dengan berkembangnya tren ini, yang menjadi
tantangan bagi desainer pembelajaran adalah:
- Bagaimana mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang prinsip dan strategi belajar sains
- Bagaimana mengidentifikasi tipe-tipe pencapaian belajar sain yang fektif
- Menguji bagaimana variasi strategi belajar sains dikombinasikan dengan praktik desain pembelajaran
10. Berkembangnya
konsep dan teknologi yang memungkinkan pembelajaran dilakukan secara mobile (Mobile Learning)
Berbagai perangkat teknologi informasi dan
komunikasi yang semakin canggih, seperti smartphone,
komputer tablet, ipods, dll, saat ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung proses
belajar yang dilakukan secara “bergerak” atau mobile. Model pembelajaran
seperti ini telah banyak dikembangkan. Hal ini tidak lain, karena model
pembelajaran ini memiliki banyak keuntungan diantaranya adalah biaya teknologi
yang relatif murah, mengurangi kesenjangan digital, penggunaan kelas fisik yang
mudah, fasilitas yang portabel “belajar dimana saja dan kapan saja”, kedekatan
antara siswa dan guru. Di samping itu, model pembelajaran ini menjanjikan
keberhasilan yang besar, sebagaimana ditunjukkan oleh sebuah survey yang
dilakukan oleh Blackboard K-12, yaitu sebanyak 90% administrator Mobile Learning Explorer menyatakan
bahwa komputer mobile meningkatkan
potensi siswa untuk sukses (Speak Up 2009 Survey).
Dengan adanya 10
trend di bidang Teknologi pendidikan tersebut, menunjukkan bahwa Teknologi
Pendidikan telah mengikuti perkembangan iptek dan para ahli teknologi
pendidikan menyiapkan langkah-langkah apa yang harus diambil. Bukan hanya itu,
pada tahun 2012, AECT merumuskan serangkaian kompetensi yang harus dimiliki
oleh seorang teknolog pendidikan yang dikelompokkan ke dalam lima standar,
yaitu:
Standar 1
– Berkenaan dengan penguasaan konten pengetahuan (Content Knowledge). Dalam hal ini seorang teknolog pendidikan
dituntut untuk mampu menciptakan, menggunakan, menilai, dan mengelola aplikasi
dan proses teknologi pendidikan secara teoritik dan praktik.
Standar 2
– Berkenaan dengan penguasaan konten pedagogi (Content Pedagogy). Standar ini menuntut para teknolog pendidikan
untuk memiliki kemampuan mengimplementasikan dan melaksanakan proses teknologi
pendidikan yang efektif berdasarkan pada isi dan pedagogi kontemporer
Standar 3
– Berkenaan dengan kemampuan untuk menciptakan lingkungan belajar (Learning Environments) yang kondusif.
Standar ini dimaksudkan agar para teknolog pendidikan untuk mampu memfasilitasi
belajar dengan cara menciptakan, menggunakan, dan mengelola lingkungan belajar
yang efektif
Standar 4
– Berkenaan dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan profesional (Professional Knowledge and Skills).
Dalam hal ini, para teknolog pendidikan dituntut untuk memiliki kemampuan
mendesain, mengembangkan, melaksanakan, dan mengevaluasi lingkungan belajar
yang kaya teknologi dengan dukungan para praktisi
Standar 5
– Berkenaan dengan kemampuan melakukan penelitian (Research). Standar ini menuntut para teknolog pendidikan untuk
memiliki kemampuan menggali, mengevaluasi, mensintesis dan menerapkan metode
inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar dan kinerja
Berdasarkan pemaparan
Menristekdikti bahwa terdapat 5 elemen penting yang akan dilaksanakan dalam
menghadapi Revolusi Industri 4,0 serta
adanya 5 standar kompetensi bagi teknolog pendidikan, maka dalam hal ini peran dan kontribusi
Teknologi Pendidikan dalam Revolusi Industri 4,0 sangat besar. Para teknolog
pendidikan betul-betul harus meningkatkan dan menguasai kompetensinya dengan
baik, apabila ingin berkontribusi dalam Revolusi Industri ini.
Merujuk pada
definisi AECT 2004, bahwa teknolog pendidikan harus dapat memfasilitasi belajar
dan meningkatkan performa kinerja baik perorangan, kelompok atau organisasi,
dengan usia berapapun, kapan dan dimana saja, dengan materi/mengenai apapun
(yang membelajarkan) maka saatnya teknolog pendidikan berkiprah lebih banyak
dalam revolusi industri ini. Para teknolog pendidikan harus memfasilitasi
kegiatan pembelajaran dengan mengikuti trend dan standar kompetensi, untuk
seluruh jenjang pendidikan formal dan non formal baik perorangan maupun
kelompok, organisasi atau perusahaan, terkait materi apapun yang dibutuhkan
pebelajar, dengan hambatan apapun
(fisik, jarak, kemampuan, dan lain-lain).
Berdasarkan
kawasan Teknologi Pendidikan, maka seorang teknolog pendidikan merupakan
desainer, pengembang, pemakai, pengelola, pengevaluasi proses dan sumber belajar,
serta peneliti kegiatan pembelajaran.
Oleh karena itu,
Teknolog Pendidikan harus dapat
memanfaatkan dan mengembangkan fasilitas yang tersedia pada saat ini
untuk proses dan sumber belajar berupa jaringan internet dan perangkat berbasis
web, dan mampu bekerja sama dengan praktisi lainnya dalam menyiapkan
pembelajaran yang melampaui batas-batas ruang kelas.
Secara rinci,
Teknolog pendidikan diantaranya harus dapat menganalisa kebutuhan pebelajar,
memilih dan menetapkan strategi pembelajaran yang tepat (blended learning, online, face to face dengan berbagai model
pembelajaran), memilih, menetapkan dan
mendesain modul atau bentuk bahan pembelajaran sesuai strategi yang
ditetapkan, pemanfaatan sumber belajar
secara tepat dan maksimal, implementasi
model pembelajaran berbasis web dan internet, mendukung penerapan regulasi
(baru) terkait model dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan revolusi
industri 4,0, mengelola sistem informasi pendidikan terbaru dan termutakhir,
melakukan evaluasi dan analisis masalah proses dan hasil pembelajaran.
PENUTUP
Sebagai sebuah
disiplin ilmu terapan (applied science),
Teknologi Pendidikan akan terus mengikuti dan mengadopsi berbagai perubahan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk bidang teknologi
informasi dan komunikasi. Kondisi ini sekaligus menuntut para teknolog
pendidikan untuk terus mempelajari berbagai perubahan tersebut dan
mengaplikasikannnya untuk memfasilitasi peserta didik dalam memecahkan masalah
belajar dan meningkatkan kinerjanya. Sasaran peningkatan kinerja yang paling
besar dalam pendidikan adalah guru, karena peserta didik hanya mengikuti sistem
pendidikan yang diterapkan. Disamling itu, para teknolog pendidikan pun memiliki
dua konsekuensi yang harus dihadapi, yaitu:
Pertama,
secara pribadi harus mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan tersebut untuk
dapat eksis dan berkonstribusi positif terhadap berbagai perubahan, khusunya
dalam bidang teknologi pendidikan.
Kedua,
sebagai profesional, harus terus mengembangkan profesionalitasnya agar dapat
menciptakan berbagai inovasi belajar dan pembelajaran yang efektif sebagai
solusi atas permasalahan belajar yang akan dihadapi oleh para pebelajar. Untuk
menghadapi tantangan tersebut, sejumlah kompetensi, harus terus dikuasai dan
dikembangkan.
Sumber:
Daryanto, Karim. 2017. Pembelajaran Abad 21.
Yogyakarta: Gava Media.
khaerudin.psb@gmail.com , www.ilmupendidikan.net
https://news.okezone.com/read/2017/09/22/65/1781075/catat-hadapi-era-revolusi-industri-ke-4-ini-yang-harus-dilakukan-universitas-agar-tak-tertinggalhttps://ristekdikti.go.id/pengembangan-iptek-dan-pendidikan-tinggi-di-era-revolusi-industri-4-0-2/
https://www.uma.ac.id/
BalasHapus
BalasHapusThanks infonya. Saya juga punya nih referensi lain tentang pengertian industri 4.0 yang lebih luas, dan ada kaitannya juga dengan dunia fintech di Indonesia. Cek di sini yuk: Penjelasan lengkap Revolusi Industri 4.0
Makasih sdh mampir, dan thanks unt sharing tambahannya
Hapusjika kalian ingin mempromosikan bisnis dan membranding produk kalian, coba gunakan jasa pembuatan website Jakarta untuk website bisnis kalian.
BalasHapusartikel yang bagus gan, sangat bermanfaat...
BalasHapusWeb Developer Tangerang
Aplikasi Absensi Online
Velasco Indonesia
BalasHapusDistributor dan supplier peralatan industri, menyediakan rantai kapal, wire rope, tali baja kuat dan tahan lama, serta peralatan2 industri lainnya.
Perkenalkan kami adalah media informasi si si Indonesia. Eva menghadirkan beragam informasi terkini terkait teknologi, pendidikan, ekonomi, bisnis, keuangan, dunia Islam, dan lainnya. Nova akan menjadi solusi atas permasalahan. UFA.
BalasHapus